Kalimantan Today Tajam | Terpecaya
Oleh: Maysramo
Sungai Kapuas: berdiri ditepiannya sebelum beranjak pergi. Riak mencipta sunyi dan hidup menulis cerita. Osman Sapta Odang kembali ke Kalimantan Barat, Drs Cormelis MH berangkat ke Jakarta membawa amanah. Dua sahabat lama saling bertukar cerita. Naik dan turun tanpa beban. Sebagaimana Cornelis mendatangi Sutarmidji, bersalaman di hari yang Fitri di Istana Rakyat yang 10 tahun dihuni.
Cornelis dan OSO, sahabat lama. Mewakili garis yang berbeda, Dayak dan Melayu. Kadang menyatu, kadang berseberangan. Mandau dan meriam karbit menjadi teman menembus gelapnya belenggu ketertinggalan dan amisnya darah. Kota ini, jembatan ini. Cinta yang diperjuangkan bahwa keduanya beranak pinak di tanah yang sama.
“Saya telah bertemu tuhan,” ujarnya di sudut kota Jakarta yang tenggelam dalam kelelahan. Tentu bukan tuhan dalam arti letterlijk, melainkan kemampuan menaklukan kemarahan mendidih dalam darah menjadi maaf dengan senyum yang mengembang tulus.
Sebuah rekonsiliasi pada diri sendiri atas masa-masa kekalahan penuh tikaman. “Aku bisa tenggelamkan semua, tapi untuk apa? Mereka semua anak-anakku”.
Keduanya menelan semuanya, tangis tawa. Hina pujian. Pedih sanjungan. Memaafkan marah. Meniti keterasingan hingga jejakkan kaki di dunia yang hanya ada dalam angan. Penjelajahan menulis cerita bagi generasi mendatang berdiri sejajar dengan siapa pun. Tak terus membungkuk malu dari mana asal hidup bemula.
Cornelis dan OSO adalah masa lalu dan masa depan. Keduanya menitipkan benih-benih untuk tumbuh, berkembang dan menjelujur ranting-ranting baru menggapai matahari bulan gemintang.
Di tepi sungai Kapuas: saya menyaksikan perubahan tengah terjadi di Kalimantan Barat.
