KALBAR – Anggota Komisi IX DPR, Karolin Margret Natasa mengakui sedikit kerepotan mengurus proses pemberhentian dirinya dari anggota legislatif sebagai salah satu syarat pencalonan bupati pada Pilkada Landak 2017.
“Sampai saat ini prosesnya masih berjalan dan terus terang saja untuk mengurusnya rada ribet sehingga jadi repot harus bolak-balik Jakarta-Pontianak,” kata Karolin di Pontianak, Selasa.
Dia mengungkapkan, meski sudah mengajukan pemberhentian diri jauh hari sebelum masa penetapan dirinya sebagai calon bupati Landak dan sampai saat ini proses pemberhentinnya masih berjalan, namun KPU Landak terus mendesak agar dirinya bisa segera melengkapi surat pemberhentian resmi dari DPR.
“Perlu saya jelaskan disini bahwa mengurus pemberhentian dari anggota DPR itu tidak seperti kita berhenti bekerja di perusahaan. Karena saya diangkat sebagai anggota DPR melalui SK presiden, sehingga berhentinya juga harus mendapatkan SK presiden, proses itu memerlukan waktu dan sedang kita jalani saat ini,” tuturnya.
Untuk mempercepat pengeluaran surat tersebut dirinya harus bekerja ekstra, dimana saat di Jakarta beberapa hari terakhir ini dia harus menghadap Ketua Fraksi, Sekjen PDI Perjuangan, dan DPP PDI Perjuangan untuk membantu percepatan proses tersebut.
“Namun, saat Sekjen PDI Perjuangan menelpon anggota KPU pusat, mereka saja bingung sendiri. Akhirnya saya kembali menulis surat pengunduran diri ke partai, partai lalu menyampaikan ke Sekjen dan Sekjen yang meneruskan kepada pimpinan DPR, kemudian pimpinan DPR yang akan menyurati presiden, dan semua rentetan proses ini saya sampaikan ke KPU,” katanya.
Saat ini, katanya, berdasarkan informasi yang ia dapat, surat pengunduran dirinya sudah sampai kepada presiden, sehingga dirinya tinggal menunggu SK tersebut keluar dan menyampaikannya kepada KPU Landak.
“Yang jadi repot lagi, sampai SK itu dikeluarkan, saya masih harus tetap menjalankan tugas sebagai anggota DPR, dimana ketika di DPR ada voting, maka saya harus ikut memberikan suara. Sementara saat ini sudah masuk tahap kampanye, sehingga saya masih harus pandai-pandai membagi tugas,” kata Karolin.
Dia menambahkan, ketika SK presiden itu keluar maka PDI Perjuangan baru bisa melakukan proses penggantian dirinya di DPR.
“Kalau SK itu belum keluar, partai tidak bisa melakukan penggantian, dan PDI Perjuangan jelas tidak mau kehilangan `pasukan` di DPR,” katanya.