KALIMANTAN TODAY, SANGGAU – Kabupaten Sanggau seperti tak pernah kehabisan siswa-siswi cerdas. Lagi dan lagi. Kali ini giliran Adinda Aisyah Nindyani, siswi SLTPN 01 Sanggau, berhasil meraih medali perak di ajang Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) tingkat nasional 2019 pada 26-30 November di Jakarta.
Ada tiga bidang di ajang OPSI 2019 tersebut, yaitu: IPA, IPS, dan Ilmu Pengetahuan Teknik dan Rekayasa. Adinda bertanding di bidang yang terakhir. Hasil karyanya berupa wastafel sensor portabel mendapat respon positif dari juri.
Adinda mengaku ide membuat wastafel tersebut sudah ada sejak Mei 2019. Lantaran adanya pernyempurnaan-penyempurnaan, proses pembuatan baru dilakukan pada April. Ide itu sendiri berawal ketika mengetahui jumlah wastafel di sekolahnya tak sebanding dengan jumlah siswanya.
Wastafel karya Adinda bukan wastafel ‘kaleng-kaleng’. Ia dilengkapi sensor gerak dan mampu mengubah air kotor bekas cuci tangan menjadi layak pakai kembali. Kepada awak media, Adinda sempat memeragakan cara kerja wastafel tersebut.
“Di sini menggunakan sensor. Wastafle nya hanya akan bekerja jika terjadi gerakan di bawahnya. Kemudian air setelah cuci tangannya ini, akan difiltrasi (disaring). Kemudian setelah difiltrasi, air kotor habis cuci tangan tadi akan layak guna kembali. Sehingga wastafle sensor portable ini sangat praktis, efektif, efisien dan hemat air dan listrik, karena menggunakan sensor,” terangnya, Selasa (3/12).
BACA: 11 Desa di Sanggau Rentan Pangan
BACA: 1 Tahun Kalimantan Today
Ada dua tahap penyaringan untuk menghasilkan air yang layak pakai kembali. Pada proses penyaringan pertama air yang masuk dalam kotak akan disaring melalui lima penyaring yang terdiri dari pasir kerang, sabut kelapa, cangkang kerang, sabut kelapa yang sudah dihaluskan dan pasir kerang.
“Setelah itu air turun filtrasi mini yang berisi batu ziolite yang berfungsing menghilangkan minyak, ada pasir kerang lagi dan arang batok kelapa. Jadi dua tahap filtrasi, dengan waktu 10-15 menit sampai airnya bisa jernih dan layak pakai kembali,” rincinya.
Adinda sendiri mengaku tak menyangka akan jadi juara di ajang bergengsi itu. Pasalnya dari 102 peserta se-Indonesia, wastafel buatannya sangatlah sederhana.
“Karena dari provinsi lain alatnya jauh lebih canggih, bahkan ada yang pakai panel surya, alatnya besar dan canggih. Sementara dengan alat sesederhana ini rasanya tak mungkin menang,” ungkapnya.
Namun juri justeru menilai wastafel buatannya sangat aplikatif dan tak muluk-muluk.
“Jadi wastafle sensor portable ini untuk diletakkan di kelas-kelas. Perangkat alat elektronikya menggunakan power supply, kami pakai bekas ampli,” pungkasnya. (Ram)