KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK – Yang paling rentan terpapar bahaya penggunaan narkoba di Kota Pontianak adalah di kalangan masyarakat tamatan Sekolah Dasar.
Dari data Badan Narkotika Nasional Kota Pontianak, tahun 2018 misalnya, pengguna narkoba yang melapor ke BNN kota Pontianak menunjukkan dari 122 pengguna, 45 orang di antaranya merupakan tamatan SD.
“Disusul dengan 42 orang tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA), 31 orang tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan empat orang Perguruan Tinggi,” ungkap Kasi Rehabilitasi BNN Kota Pontianak, Vinda Yulistira, Selasa (27/8).
Rata-rata pengguna ini kata dia, merupakan masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan, yakni sebanyak 86 orang yang berusia sekitar 19 sampai 30 tahun.
Di tahun ini terhitung dari Januari hingga Agustus, sudah terhitung 41 orang yang melapor. Enam di antaranya adalah wanita.
Dijelaskannya, Pontianak Timur merupakan wilayah kota Pontianak terbanyak yang menjadi domisili pengguna narkoba. Dari jumlah pengguna tahun 2018, BNN kota Pontianak telah merehabilitasi sebanyak 33 klien dari target 30 orang.
“Sementara di tahun 2019, seluruh klien yang melapor direhab oleh BNN kota Pontianak dari target yang sama di tahun 2018,” paparnya.
Kasi Rehabilitasi BNN Kota Pontianak, Vinda Yulistira dari seluruh klien ini, hampir rata-rata merupakan laki-laki. Yang melapor pun beragam, dari yang sukarela, terlibat kasus hukum dan ada juga yang dari masa percobaan dari Bapas.
“Jadi dari Bapas sudah selesai kemudian dia (klien) direhabilitasi agar tidak kambuh lagi menggunakan narkoba,” ungkapnya.
Dalam melakukan rehabilitasi kliennya, BNN kota Pontianak tidak bekerja sendiri. Ia dibantu juga dengan puskesmas Saigon. Bekerja sama juga dengan komponen masyarakat, yakni Rumah Kasih Salomo dan West Borneo Action.
Sebelum klien ini melapor ke BNN Kota Pontianak, pihaknya akan lebih dulu menggali data singkat dari calok klien ini. Setelah itu akan dilakukan screening, dengan tujuan untuk mengetahui intervensi apa yang dibutuhkan oleh klien tersebut.
Intervensi yang dimaksud Vinda adalah penanganan yang akan didapatkan oleh kliennya.
“Bisa intervensi dalam jangka waktu singkat, bisa juga dalam jangka waktu yang panjang,” katanya.
Setelah dilakukan hal ini, maka selanjutnya klien tersebut akan diberikan assasment yang memiliki delapan hingga sembilan domain yang digali.
“Nah dari situ kita tahu lagi, calon klien ini butuhnya rawat inap atau rawat jalan,” ungkapnya.
Nantinya, para klien ini akan mendapatkan konseling delapan kali, di mana di dalamnya terdapat motivation viewing, pemberian edukasi dan informasi terkait dengan penyalahgunaan narkoba. Bahkan sampai dengan masalah yang berhubungan dengan psikologisnya, hingga keluarganya.
“Makanya di situ (konseling) ada family support grup,” tuturnya.
Rehabilitasi tidak hanya sampai di sini saja. Setelah mengikuti tahapan-tahapan tersebut, klien akan mengikuti pasca rehab, yang memiliki tujuan klien ini harus pulih namun klien harus dipastikan produktif dan dapat diterima oleh masyarakat.
Pasalnya, menurut Vinda di lingkungan masyarakat bahkan di keluarga sendiri memiliki stigma yang buruk terhadap pengguna penyalahgunaan narkoba ini.
“Sehingga setelah mereka mengikuti program ini, maka diharapkan mereka bisa kembali lagi ke lingkungan mulai dari yang terkecil hingga di lingkungan sosial masyarakat. Sehingga mereka punya arti dalam tanda kutip,” pungkasnya. (jon)