Oleh: Masyramo
Ada sebuah zaman, dimana yang pandai merangkai kata dipuja-puji. Sedangkan yang prestasi malah dibully.
“Wah, bahaya ini kalau dibiarkan. Angka kemiskinan terus turun dan mampu membawa Kabupaten Landak keluar dari status Daerah Tertinggal”.
“Kalau begitu apa yang harus kita lakukan?”
Maka hal-hal yang ada di depan mata pun di kilik-kilik. Satu atau dua perkara saja. Misalnya, jalan tanah yang bak kubangan kerbau di kala musim hujan tiba. Atau, belum adanya listrik di sejumlah dusun. Bahkan kalau perlu, berita usang 3 tahun silam kembali dipostingkan. Ini saja yang diramaikan untuk memungkasinya.
Pro dan kontra memang selalu ada. Tak enak juga kalau semuanya pro. Membuat pemerintah terawasi dan bekerja jauh lebih baik lagi . “Kerja yang baik saja masih di bully, apalagi ngga kerja”.
Hanya saja perlu ada sikap sportif. Puji yang bagus dan kritik bersolusi bila kurang bagus. Ini aturan mainnya.
Contoh mengapa harga sawit jatuh? Apakah salah pemerintah pusat atau daerah. Tidak keduanya. Harga sawit jatuh, karena negara-negara Eropa dan Amerika Serikat memboikot sawit Indonesia. Ini politik dagang, dulu mengkampanyekan kopra itu jahat dan sawit itu baik. Akhirnya, petani meninggalkan kopra dan beralih ke sawit.
Begitu juga soal kelistrikan. Salah pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Tidak juga keduanya. Kelistrikan itu hak mutlak PLN. Sebagai pemegang kuasa, PLN tidak bisa disuruh membangun jaringan kelistrikan di suatu wilayah. PLN punya hitung-hitungan, apakah menguntungkan atau tidak, karena membangun jaringan itu mahal.
Pun soal jalan. Pastikan jalan negara, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan desa atau jalan yang punya perusahaan. Jangan sampai yang diributkan jalan perusahaan. Itu haknya perusahaan mau di aspal atau tidak.
Kalau jalan desa, itu kewenangan kepala desa dengan Dana Desa untuk membangun infrastruktur di pedesaan. Bukan hanya jalan, tapi segala sesuatu yang terkait dengan pembangunan desa. Pemkab bisa off side, bila ikut campur. Begitu juga dengan jalan provinsi dan jalan negara, sudah ada yang mengurusnya.
Kecuali jalan milik kabupaten, itu memang tugas dan kewajiban Pemkab untuk membangun atau merawatnya. Hanya saja, acapkali jalanan mulus dilindas truk-truk bermuatan yang melebihi kemampuan jalan, sehingga mempercepat kerusakan.
Warga di wilayah lain menyambut suka cita saat daerahnya tak lagi berstatus Desa Tertinggal dan angka kemiskinan terus turun. Mereka memahami pembangunan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
BACA JUGA: Sah! Kabupaten Landak Bebas dari Status Daerah Tertinggal
BACA JUGA: Angka Kemiskinan di Landak Turun Hingga 11,77 Persen di Tahun 2018
Begitu juga dengan Kabupaten Landak punya potensi sangat menggiurkan. Ada sawit yang saat ini, pemerintah tengah menggelorakan B20 dan akan terus ditingkatkan hingga B100. Apa itu B20 yakni campuran solar dan minyak sawit sebagai bahan bakar kendaraan. Darimana minyak sawit di dapat, ya dari petani sawit dong.
Potensi lain, karena dekat dengan Malaysia, Kabupaten Landak bisa mengundang para investor untuk membuka perkebunan jagung, tebu, coklat atau bahkan sorgum. Bukan hanya sekdar perkebunan, tapi juga pabriknya.
Jadi penurunan angka kemiskinan dan melepas diri dari status Daerah Tertinggal, bukan perkara sulit. Toh Karolin Margret Natasa sudah membuktikan di dua tahun masa kepemimpinannya sebagai Bupati Landak.
Ada arah yang jelas, hingga tahun ketiga hingga ke lima, Kabupaten Landak bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, sebagaimana dicita-citakan saat memekarkan diri dari Mempawah.
Yuk bantu Karolin, bersama membangun Kabupaten Landak tercinta. (*)