KALIMANTAN TODAY, SANGGAU – Dinas Tanaman Pangan, Ketahanan Pangan, Hortikultura dan Perikananan (Dishangpang Hortikan) Kabupaten Sanggau, John Hendri mengaku sangat prihatin dengan masih tingginya kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kabupaten Sanggau. Sebagai dinas teknis pihaknya menawarkan solusi alternatif agar kasus Karhutla bisa diminimalisir.
“Sekarang kami sedang mendata, berapa banyak orang Sanggau yang berladang. Katakanlah ada 10 ribu hektar dengan kepemilikan desa A sekian orang dan sebagainya. Beriringan itu juga kami sosialisasikan bahwa kalau berladang tidak mesti dengan cara dibakar,” kata John Hendri ditemu wartawan di ruang kerjanya.
Ia menyebut, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kabupaten Sanggau cukup luas. Jika bicara tradisi, masyarakat memang pada Agustus, September ini waktunya berladang.
Namun pihaknya tidak ikut campur dalam hal tradisi masyarakat tersebut. Namun alternatif-alternatif jangan pendek dan jangka panjang harus diberikan sebagai solusi bagi masyarakat yang berladang dengan cara dibakar.
“Nah, sekarang bagaimana caranya kalau ingin berladang tidak harus dengan cara dibakar. Itu yang paling penting sekarang ini. Dan kita sudah mencoba memberikan solusi-solusi alternatif kepada masyarakat,” ujar John Hendri.
Menurut John, berladang dengan cara tidak dibakar sudah pernah dilakukan di Desa Punti Kayan, Kecamatan Entikong, dan itu juga dilakukan tidak di musim berladang. Namun meski ada hasil, petani dihadapkan pada persoalan hama yang lumayan banyak.
Lahan yang dikelola tersebut, lanjut John Hendri merupakan lahan bekas tahun tanam sebelumnya. Dikelola dengan cara disemprot menggunakan herbisida. Kemudian, harus ada pupuk alternatif seperti pupuk BK untuk mengurai mikroba, supaya tanah lebih gembur dan pupuk E-M4 untuk menyuburkan tanah.
“Artinya, kita melakukan penanaman pada lahan yang sudah digunakan petani tahun sebelumnya. Saya ikut panen waktu itu. Tapi memang keluhan petani itu terkait hama. Ini kemungkinan karena sisi kanannya tidak ada orang bertanaman, berladang, sehingga hama itu tertuju di lahan itu saja,” ujarnya.
Solusi lainnya, sambung John Hendri, adalah mengelola lahan menggunakan alat berat seperti hand tractor atau traktor. Hanya saja, pengelolaan lahan dengan cara ini memerlukan biaya yang besar. Karena selain membutuhkan alat berat juga diperlukan pupuk.
Menurut dia, cara bertani dengan konsep seperti ini tidak hanya untuk ditanami padi, tetapi juga bisa ditanami tanaman lain. “Begitu lahan sudah ditebang tebas, ada namanya kayu, ada namanya ranting daun yang kita sebut jalur kotor. Artinya, begitu tebang tebas selesai, semua kayu yang ada disinggirkan. Kalau masih ranting kayu yang tersisa, itu digeser semua ke pinggir lahan. Itu yang disebut jalur kotor, di sana bisa ditanami tanaman buah,” tutur John Hendri.
Kemudian, ia mengatakan, sebelum menuju jalur kotor, ada namanya jalur semi kotor yang bisa ditanami jagung, kedelai dan sebagainya. “Nah, sisanya itu yang sudah bersih baru ditanami padi. Itu yang pernah kita sosialisasikan di daerah Kapuas,” bebernya.
John menjelaskan, jenis tanah di Kabupaten Sanggau tergolong jenis Podsolik Merah Kuning (PMK). Apabila topsoil (lapisan atas tanah) didorong, dikikis dan sebagainya, tanah itu nanti akan menjadi tidak subur. Karenanya tanah tersebut membutuhkan pupuk kimia untuk meningkatkan keseburan tanah.
“Berbeda dengan daerah Sumatera dan Jawa, seberapa pun dikikis tanahnya masih subuh. Karena topsoil-nya masih ada tertinggal di tanah itu. Kalau kita di Kalimantan, di Sanggau khususnya, podsolik merah kuning, apabila dikikis bisa habis humusnya. Itu salah satu kendala,” pungkas John Hendri.
Disinggung kesiapan Dinas KPTPHP ketika petani meminta bantuan alat berat? Ia menegaskan, siap untuk itu. Akan tetapi, petani harus sependapat dulu dengan konsep berladang tidak dengan cara dibakar.
“Siap itu dalam artian tidak mesti siap hari ini. Tapi paling tidak kalau mereka menerima anjuran kami, ok akan kita siapkan. Dan untuk tahap awal, kita bisa pinjam dulu. Baru kita lakukan pengadaannya,” timpal John Hendri.
Ia menambahkan, pihaknya juga pernah bekerja sama dengan PT Finnantara terkait penyediaan alat berat yang dapat digunakan petani untuk berladang tanpa dibakar di Desa Mengkiang, Kambong dan beberapa desa lainnya di Kecamatan Kapuas.
“Waktu itu, kita menyiapkan hand tractor kurang lebih 25 unit. Daerah lain belum ada seperti itu, tapi itu bisa kita lakukan karena daerah lain banyak juga alat kita. Artinya mereka juga bisa mencoba,” ujarnya. (Ram)