KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK – Pelan namun pasti Kalimantan Barat mengejar ketertinggalannya. Memang bukan dengan cara berlari, namun melangkah dengan pasti. Melangkah itu butuh pijakan yang kuat sebelum langkahan selanjutnya. Dan setiap langkah akan menimbulkan jejak.
Jejak-jejak inilah yang tercatat sebagai keberhasilan Cornelis dalam mengemban kepercayaan rakyat Kalimantan Barat yang dititipkan kepadanya.
Hal ini dibuktikan pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 lalu. Cornelis mampu mengumpulkan angka fantastis yaitu 285.797 suara, bahkan menempati nomor urut kedua nasional setelah Puan Maharani.
Pertanyaannya, mengapa suara Cornelis dapat melesat jauh meninggalkan lawan-lawannya?
Seorang peneliti dari Universitas IAIN Pontianak, Abdul Mukti menulis beberapa alasan yang dapat menjelaskan fakta tersebut. Diantaranya adalah pertama, Cornelis adalah sosok yang sudah bertahun-tahun terkoneksi dengan pikiran dan pengetahuan masyarakat Kalimantan Barat terutama sejak ia menjabat sebagai Gubernur Kalbar dua periode (2008-2018).
Kapasitasnya sebagai pimpinan politik tertinggi di daerah menyebabkan dirinya memiliki jangkauan yang luas untuk menyapa rakyat Kalbar dengan seluruh kebijakan-kebijakannya. Pembangunan di Kalbar benar-benar merata tanpa mengenal kewilayahan dengan basis pemilih.
Yang paling terasa adalah infrastruktur jalan Trans Kalimantan dan akses ke beberapa wilayah perbatasan. Kemudian konektifitas sosok Cornelis bukan saja didasarkan pada karakter dirinya. Melainkan karena dampak kebijakan-kebiajakannya semasa ia menjadi Gubernur.
Kedua, karakter pribadi dan kepemimpinannya. Dalam masyarakat baik tradisional maupum modern, karakter kepemimpinan seseorang menjadi referensi pemilih.
Jika kita bertanya secara acak ke masyarakat pemilih di Kalbar, istilah “tegas” dan “berani” selalu melekat pada diri seorang Cornelis. Pepatah yang sering diidentikkan dengan dirinya adalah, “Kalau Berani jangan takut-takut, kalau takut, jangan berani-berani”.
Slogan ini bagi Cornelis bukan saja sering diucapkan untuk memotivasi yang lain. Tetapi ia benar-benar menyatakannya dalam banyak kebijakan. Bagi rakyat kebanyakan, memang yang dibutuhkan adalah contoh yang nyata.
Uniknya, menurut peneliti Abdul Mukti, Cornelis memiliki dua kekuatan sekaligus: seorang orator yang membakar, tetapi juga seorang implementator yang terukur. Terukur karena ia berpengalaman panjang dalam menerapkan kebijakan dengan taat pada regulasi. Sebagai alumni APDN, ia dididik sebagai aparatur pemerintah yang bekerja berdasarkan aturan.
Dengan seluruh prestasinya, baik kuantitatif berupa suara keterpilihan baik sebagai gubernur maupun anggota DPR RI maupun secara kualitatif dengan seluruh atribut yang melekat pada dirinya, Ia adalah sosok yang secara teori dan praktek akan mudah melenggang kembali ke Senayan.
Tanda-tanda itu terekam amat jelas pada fenomena mutakhir di pojok-pojok dapil satu Kalbar. Kehadirannya di desa-desa selalu dihadiri pendukung dan simpatisannya.
Salah satu kehadirannya yang dirasakan masyarakat saat merebaknya pandemi Covid 19 pada 2020 lalu. Cornelis turun langsung keluar masuk kampung membantu masyarakat yang terdampak pandemi, terutama yang mengalami kehilangan pekerjaan dan mengalami penurunan penghasilan ekonomi.Ia rela merogoh kocek sendiri untuk membeli lebih dari 3000 paket sembako. (Lukas)