KALIMANTAN TODAY, SANGGAU. Data jumlah persentase stunting di Kabupaten Sanggau rupanya tidak tunggal. Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sanggau, Ginting, di acara peringatan Hari Gizi Nasional ke-66, Senin (30/01/2023) di Keraton Surya Negara, Sanggau.
Acara dengan tema “Cegah Stunting dengan Protein Hewani” itu dihadiri Wakil Bupati Sanggau, Yohanes Ontot, Ketua TP PKK Sanggau, Arita Apolina, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sanggau, Ginting, serta Permaisuri Keraton Surya Negara.
“Kalau tadi pak Kadis kan bilang ada perbedaan data yang ada di dinas teknis. Ini juga harus kita konfirmasikan, atau komparasi data yang sesungguhnya di lapangan. Jangan membuat kita ini kocar-kacir. Akibat data yang diekspos jadi masalah,” kata Wakil Bupati, Yohanes Ontot kepada wartawan usai membuka acara tersebut.
“Saya minta Kepala Dinas ini ditelusuri betul. Mereka ini dari mana sumbernya. Kalau sumbernya dari bawah, tenaga ahli gizi yang ada di Puskesmas, saya kira tidak akan beda. Nah, ini dapat dari mana? Apakah dapat dari internet atau dari media-media yang tak jelas. Kalau menurut saya data riil ya di kita, kalau kita lengkap,” sambungnya.
Menanggapi perbedaan data tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sanggau, Ginting membenarkan jika data merupakan hal penting dalam melaksanakan program percepatan penurunan stunting.
“Jadi data yang kita butuhkan adalah data status gizi anak 0-59 bulan by name by adress. Dan itu didapat dari aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) yang secara rutin dan berkala diisi oleh teman-teman tenaga kesehatan melalui kunjungan Posyandu,” kata Ginting.
Para petugas kesehatan di lapangan, kata Ginting, tentu menggunakan data E-PPGBM, lantaran menggambarkan by name by address.
“Jadi sasaran kita dimana, jelas. Data E-PPGBM ini terus kita sempurnakan. Kualitasnya ditingkatkan dengan presentase input. Kita sekarang masih 65 persen (yang diinput). Harapan kita tidak kurang dari 80 persen. Oleh karena itu, kunjungan Posyandu itu kita tingkatkan jadi 80 persen, sehingga anak 0-59 bulan itu terukur. Itu yang pertama. Kita tingkatkan cakupan input,” kata Ginting.
Berbeda dengan E-PPGBM, ada juga data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dari Kementerian Kesehatan. Ginting mengatakan, pengambilan data SSGI dilakukan pada akhir tahun 2022 menggunakan metode sampel.
“Tapi seperti disampaikan melalui rilisnya kalau berdasarkan SSGI tadi dan E-PPGBM ini memang ada perbedaan. Jadi kita melihat SSGI dilakukan secara benar, berdasarkan kaidah survei. Tapi dalam aplikasi di lapangan, kita tetap mengguanakan E-PPGBM. Karena di SSGI itu kita tidak menemukan by name by address,” ungkapnya.
Berdasarkan data E-PPGBM yang diinput melalui Posyandu, data stunting di Kabupaten Sanggau sebanyak 17,7 persen. Sementara data SSGI mencapai 32,6 persen. Yang dipakai yang mana?
“Kembali kalau untuk mencari sasaran kita tentu pakai E-PPGBM. Harapan kita kedepannya baik data E-PPGBM dan SSGI terjadi penurunan stunting. Itu berbeda sudut pandang. Kedua-duanya bisa dipakai. Tapi kita tidak berpolemik masalah angka, kita fokus pada penurunan stunting. Baik bersumber dari SSGI dan E-PPGBM,” terang Ginting.
Selain data, adanya alat ukur yang standar juga menjadi faktor dalam percepatan penurunan stunting di Kabupaten Sanggau. Saat ini, kata Ginting, Dinkes Sanggau berupaya memenuhi peralatan tersebut.
“Nama alatnya antropometri. Jadi kebutuhan kita alat kita baru sekitar 65 persen dari 800 alat yang dibutuhkan. Harapan kita satu Posyandu satu alat. Tapi pertahun ini ada 538 yang ada dari 800 alat yang dibutuhkan. Jadi alat untuk mengukur itu juga harus standar, supaya hasil pengukuran itu tidak keliru,” pungkasnya. (ram)