KALIMANTAN TODAY, BENGKAYANG – Demi pendidikan dan cita-citanya, dua puluh empat pelajar di kabupaten Bengkayang, terdiri dari jenjang SD dan SMP terpaksa menempati delapan buah pondok tidak layak huni di dusun Sempayuk, Desa Belimbing, Kecamatan Lumar, Kabupaten Bengkayang.
Siswa siswi tersebut berasal dari dusun Sentalang, Desa Setia Budi, Kecamatan Bengkayang, Kabupaten Bengkayang.
Delapan buah pondok yang didirikan berjejeran tersebut menampung sebanyak 24 anak. Masing-masing kamar berukuran 1,5 x 2 meter, yang hanya mampu menampung dua orang anak.
Dalam satu kamar terdapat dapur, kayu bakar, rak piring dari papan, kamar tidur dan tempat menggantung pakaian dan tempat lainnya untuk menyimpan tas, dan buku.
Pondok yang terbuat dari papan dan bambu, dan beratapkan daun sagu tersebut, hanya beralaskan tanah. Serta terdapat beberapa pondasi yang nyaris roboh.
Pondok yang sudah berdiri belasan tahun ini, terdiri diatas tanah dengan luas sekitar 35 meter sampai 40 meter persegi. Hanya ada satu lampu penerangan yang diambil dari rumah tetangga, sebagai penerang saat belajar dimalam hari.
Pondok tersebut, terletak tidak jauh dari jalan raya Nasional yang menghubungkan Kecamatan Bengkayang dan Kecamatan Jagoi Babang. Namun, meskipun berada dipinggir jalan raya, pondok pelajar itu terkesan belum mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Kepala Dusun Sempayuk, Desa Belimbing Kecamatan Lumar, Iyun (42 ), menjelaskan, delapan pondok tersebut ditempati anak-anak dari Desa Sentalang sudah belasan tahun. Mereka yang ingin sekolah, karena di desanya tidak ada lembaga pendidikan.
“Anak anak sekolah yang berasal dari kampung Sentalang tersebut, terpaksa ngungsi ke kampung Sempayuk. Dikarenakan, di kampung Sentalang sendiri tidak ada lembaga pendidikan, dan apabila ingin sekolah dari Sentalang ke Sempayuk, anak anak harus mengahabiskan waktu dua jam, dengan melewati pemukiman. Hutan serta sungai,” jelasnya, Minggu (27/1).
Iyun, berharap ada perhatian serius dari pemerintah, dengan solusi membuat asrama ataupun akses jalan dibuka dari Sempayuk menuju Sentalang, yang hanya berjarak sekitar 12 kilometer.
“Jika akses jalan dibuka, tentunya mereka tidak lagi tinggal di pondok. Selama ini kendalanya jalan, sehingga saat kesekolah tidak bisa ditempuh dengan cepat, karena melewati perkebunan dan jaraknya sangat jauh dari rumah ke sekolah,” ujarnya.
Tidak hanya anak-anak yang ingin sekolah lanjutnya, sejumlah orang tua juga ikut tinggal di pondok yang tidak layak tersebut dengan alasan untuk mengasuh cucu-cucunya yang ingin sekolah.
Sementara itu, Franhina Lia (13), siswa kelas VI SDN 02 Sempayuk menuturkan bersama saudaranya (Kakak Kandung), ia menempati pondok sudah enam tahun.
“Saya bersama dengan kakak dan saudara lainnya telah tinggal selama tujuh (6) tahun sejak kelas I SDN hingga sekarang,” ujarnya.
Lanjut Franhina Lia, bekal berupa makanan, dan kebutuhan di asrama (Pondok) dibawakan oleh orang tuanya. Terkadang juga , ia harus pulang kampung untuk mengambil beras, sayuran serta keperluan lainnya.
Anak yang tidak mendapatkan bantuan beasiswa ini mengaku bahwa orang tuanya mendapatkan program PKH sedangkan Beasiswa dirinya tidak dapat.
Salah satu orang tua, Rengek, yang ikut tinggal di pondok tersebut mengaku hanya untuk mengasuh para cucu yang ingin sekolah, maklum anak anak yang tinggal di pondok tersebut jauh dari orang tua.
“Disini sekalian ngasuh mereka, sekaligus memantau, memasak buat mereka,” ujarnya. (Titi))