KALIMANTAN TODAY, SANGGAU. Komitmen Kejaksaan Negeri (Kejari) Sanggau mendukung program restorative justice (keadilan restoratif) dari Jaksa Agung ST Burhanuddin diwujudkan dengan hadirnya Dangau Restorative Justice di Kabupaten Sanggau.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sanggau, Anton Rudiyanto melalui Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Sanggau, Monita mengatakan, rumah keadilan restoratif di Sanggau yang diberi nama Dangau Restorative Justice Kejari Sanggau telah diresmikan penggunaannya pada 29 Maret 2022 lalu.
“Rumah Restorative Justice Kejari Sanggau bertempat di Keraton Surya Negara, Sungai Sengkuang, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau. Peresmiannya dihadiri perwakilan Pemkab Sanggau, tokoh masyarakat dan tokoh adat, termasuk Raja Sanggau dan perwakilan kepada desa dari 15 kecamatan di Kabupaten Sanggau,” kata Monita, Kamis (07/04/2022).
Dangau Restorative Justice ini, kata Monita, didukung penuh Pemkab Sanggau, tokoh masyarakat dan tokoh adat dan para kepala desa.
“Saat peresmian para pihak yang hadir sepakat untuk menggunakan Dangau Restorative Justice sebagai sarana penyelesaian permasalahan di wilayah Kabupaten Sanggau dengan pendekatan adat budaya atau kearifan lokal,” ujar Monita.
Dalam penyelesaian setiap perkara tertentu di Dangau Restorative Justice Kejari Sanggau, lanjut dia, akan melibatkan peran para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk bersama-sama masyarakat menjaga kedamaian dan harmonisasi, serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesama yang membutuhkan pertolongan.
Diketahui Kejaksaan Agung menerbitkan kebijakan terkait restorative justice melalui Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Mengacu pasal 2 Peraturan Jaksa Agung tersebut, pertimbangan untuk melaksanakan konsep keadilan restoratif dilaksanakan berdasarkan dasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, asas cepat, sederhana dan biaya ringan.
Kemudian pada pasal 3 ayat (2) huruf 2 Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tersebut, penuntut umum berwenang menutup perkara demi kepentingan hukum salah satunya karena alasan telah ada penyelesaian perkara di luar pengadilan atau afdoening buiten process.
Selanjutnya, dalam pasal 3 ayat (3) Peraturan Jaksa Agung tersebut, termuat ketentuan apabila ingin menyelesaikan perkara di luar pengadilan untuk tindak pidana tertentu dengan maksimum denda dibayar sukarela atau telah ada pemulihan keadaan semula melalui restorative justice.
“Tahun ini ada dua perkara tertentu yang telah diselesaikan melalui keadilan restoratif. Yaitu perkara penganiayaan dan perkara percobaan pencurian di salah satu perusahaan perkebunan. Dua perkara ini telah ada perdamaian antara tersangka dan korban,” pungkas Monita. (Ram)