KALIMANTAN TODAY, SANGGAU. Berawal dari mimpi pergi ke berbagai negara. Baliya, pemuda asal Kabupaten Sanggau berhasil mengumpulkan uang dari banyak negara. Mulai dari Asia Tenggara, Timur Tengah, hingga Eropa.
Kepada KalimantanToday.com, pemuda yang memiliki nama lengkap Baliya Tiakh Alqadri itu menekuni hobinya sejak tahun 2013. Dimulai dari ketidaksengajaan. Saat itu dia mendapati mata uang kertas dari negara-negara Asia Tenggara antara lain Bath Thailand, Ringgit Malaysia, Dong Vietnam, Riel Kamboja, Kyats Myanmar, Kip Laos, dan Dolar Singapura serta uang koin Peso Filipina. Sedangkan wilayah paling timur benua Asia ia memiliki mata uang Yen Jepang berbentuk koin.
“Uang-uang ini saya peroleh langsung ketika sedang mengikuti program pertukaran pemuda Asia Tenggara dan Jepang,” terangnya. Sejak itu, pria yang akrab disapa Aabaliya mulai menyukai untuk mengoleksi mata uang dari berbagai negara.
Tahun 2014, lanjutnya, Aabaliya terpilih menjadi satu dari lima orang yang mewakili Indonesia dalam program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI) yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri RI.
“Ada 70 pemuda dari 45 negara yang terpilih mengikuti program ini. Selain fokus pada program, saya pikir ini bisa jadi salah satu kesempatan untuk mengoleksi mata uang dari berbagai negara,” katanya.
Selama tiga bulan program BSBI berlangsung, Aabaliya yang juga pernah terpilih menjadi peserta National Internship di Institut Francais Indonesia (Lembaga Indonesia Prancis) Yogyakarta berhasil mengumpulkan 14 mata uang asing antara lain Dolar Amerika Serikat, Dinar Serbia, Yuan China, Lira Turki, Dolar Suriname, Riyal Arab Saudi, Euro Uni Eropa, Lev Bulgaria, Dolar Australia, Zloty Polandia, Som Uzbekistan dan Rubel Rusia.
Menurutnya, mata uang yang paling besar nilainya adalah dari Rusia sebanyak 5 Euro atau sekitar 81.100 rupiah. Sedangkan yang terkecil adalah 5 Yen Jepang dengan nilai konversi sekitar 600 rupiah.
“Kalau semuanya ditotalkan ke rupiah, hanya sekitar Rp.670 ribu,” ucapnya sambil tersenyum.
Dikatakan ia, jumlah koleksian mata uangnya masih kalah jauh dengan kolektor-kolektor diluar daerah. Namun, ia mengaku jika uang asing yang diperoleh memiliki sejarah dan cerita tersendiri, sebab mata uang asing itu merupakan kenang-kenangan langsung para sahabatnya yang berasal dari berbagai negara.
“Bisa saja kita tukar di money changer atau beli online, tapi tidak ada cerita, kesan dan sejarah di balik itu,” ujar pemmuda yang menjabat Ketua DPC. MABM Kapuas menutup cerita. (Ram)