SANGGAU. Menjamurnya pasar modern di Kabupaten Sanggau seperti Indomaret maupun Alfamart tak berbanding lurus dengan produk-produk Industri Kecil Menengah (IKM) lokal yang dapat dipasarkan di pasar modern tersebut.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Usaha Mikro (Disperindagkop dan UM) Sanggau, Syarif Ibn Marwan Alqadrie melalui Kabid Peridustrian Sylvester Roy Wiranto mengungkapkan tiga hal yang kerap menjadi kendala.
Pertama, legalitas atau perizinan. Kedua, sertifikasi. Dikatakan Roy, sapaan akrab Sylvester Roy Wiranto, produk-produk makanan tetap harus mengantongi sertfikasi atau standarnya. Ketiga adalah kapasitas.
“Karena kalau masuk modern market itu, kita sifatnya seperti MoU. Jadi berapa kemampuan kita, harus terpenuhi oleh pemesan. Kalau di bawah itu, bisa kena pinalti. Karena kalau siap harus paripurna semua legalitas, standar, dan kapasitas. Banyak tidak siap yang terakhi (kapasitas),” ungkap Roy ditemui di ruang kerjanya, Rabu (7/10/2020) .
Ia mengaku Disperindagkop membantu memfasilitasi mulai legalitas, izin usaha, izin edar, atau dari stakholder lain seperti kesehatan.
“Yang paling berat itu biasanya kapasitas. Karena kapasitas dituntut untuk kontinyu. Tapi ada juga lagi, sistem yang digagas modern market itu bermacam-macam. Yang paling beratnya itu ada konsinasi. Jadi uang itu dibayar setelah produk terjual,” sebutnya.
Diakuinya, produk yang paling punya peluang masuk ke pasar modern adalah makanan.
“Karena produk makanan itu adalah utilitas, produk kebutuhan, yang sejatinya memang dikonsumsi orang. Berbada dengan kerajinan yang lebih pada oleh-oleh, pada keinginan saja, bukan kebutuhan,” terangnya.
Untuk sementara itu, baru satu yang sudah benar-benar masuk pasar modern, yaitu Borneo Food. “Karena satu-satunya bakso asal Kalimantan Barat yang bisa menembus level pasar modern,” sebutnya.
Berikutnya produk lokal yang bakal masuk dalam waktu dekat adalah keripik singkong dari Desa Sukamulya.
“Mudah-mudahan dalam Minggu ini atau Minggu depan kita launching, keripik singkong tiga varian itu akan masuk ke Indomaret di Kabupaten Sanggau. Jadi dua ini dulu. Biar jadi pintu masuk bagi yang lain,” kata Roy.
Satu sisi, Roy juga mengungkapkan keringan-keringan yang diberikan pihak pasar modern terhadap produk-produk lokal.
“Pertama biasanya punya komitmen menyiapkan lapak. Namanya UKM Corner, baik Indomaret, Alfamart, maupun Hypermart. Itu memang fasilitas mereka. Kedua, biasanya sistem bagi hasilnya lebih kecil. Katakanlah kalau produk manufacture itu 30 persen, dia hanya cukup 10 atau 15 persen. Fasilitas lain, biasanya mereka cukup meminta izin edar dari Dinas Kesehatan. Berbeda dengan produk-produk pabrikan, harus melalui BP POM. Kalau melalui BP POM memang besar biayanya. Untungnya mereka hanya menuntut izin edar,” beber Roy. (ram)