Memang ini yang paling lama anjloknya harga TBS. Ini titik nadirnya. Biasanya cuma satu bulan. Sekarang ini harganya Rp500 perkilo
SANGGAU – Anjloknya harga tandan buah segar (TBS) diakui sangat berdampak pada perekonomian Kabupaten Sanggau. Pasalnya masyarakat kabupaten ini masih banyak mengandalkan kehidupan mereka dari sawit.
“Memang ini yang paling lama anjloknya harga TBS. Ini titik nadirnya. Biasanya cuma satu bulan. Sekarang ini harganya Rp500 perkilo. Sekarang upah memanen saja Rp250 per kilo. Belum potong angkutan dan sebagainya,” kata Anggota DPRD Kabupaten Sanggau, Konggo Tjintalong Tjondro, Rabu (28/11).
Anggota Komisi II DPRD Sanggau itu mengaku ia bersama rekan satu komisi tersebut pekan lalu sempat mendatangi Dirjenbun di Jakarta. Dikatakannya, solusi yang ditawarkan pemerintah adalah biodisel. CPO sawit diolah menjadi biodisel.
“Kalau kita bisa menggunakannya sebagai biodisel. Berapa banyak kendaraan yang menggunakan diesel di Indonesia. Kalau mampu dijadikan biodisel kan ndak perlu ekpor banyak. Kondisi ini (anjloknya harga TBS) bukan hanya kita, Malaysia pun sama,” ungkapnya.
Legislator Partai Golkar itu mengatakan, anjloknya harga TBS lebih pada pengaruh global. Pasar dunia kurang berminta membeli TBS. Hal ini ditambah lagi LSM Green Peace yang kerap ‘mengompori’ isu lingkungan terhadap perkebunan sawit. “Kemudian juga ada pengaruh perang dagang antara Ameriva vs Tiongkok,” katanya.
Di Dirjenbun, Konggo juga mengaku sempat meminta agar Pabrik Kelapa Sawit (PKS) harus membeli harga TBS berdasarkan Permentan dan Indeks K yang telah ditetapkan Gubernur Kalbar.
“Kalau informasi yang saya dapat, di Riau kemarin, itu berlakunya untuk plasma, yang jelas punya bibit sawit, TNLA, matangnya sekian persen,” pungkasnya (Ram)