KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK–Hingga kini, pandemi global Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) belum dipastikan kapan puncaknya. Olehkarenanya, Pemerintah Daerah (Pemda) se-Kalbar diharapkan memprioritaskan program ketahanan pangan lokal dalam APBD Perubahan 2020 dan APBD Murni 2021.
“Ini sangat penting, karena ketahanan pangan lokal menjadi kebutuhan utama berlangsungnya kehidupan,” kata Suib, Wakil Ketua Komisi III DPRD Provinsi Kalbar, kepada wartawan.
Legislator Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) menilai semua daerah, khususnya Kalbar mesti memprioritaskan program ketahanan pangan lokal, lantaran melihat 3 faktor utama yang sangat mengkhawatirkan terkait situasi global saat ini.
1. Kebutuhan Pangan Global Sangat Terbatas
Suib mengatakan, dunia tidak mengetahui kapan puncak pandemi Covid-19 ini akan berakhir atau kembali pada situasi di titik zero.
“Kita bisa ambil contoh sederhana. Negara Tiongkok saja yang pertama kali mengalami peristiwa Covid-19 ini sampai sekarang belum mereda,” ujar Suib.
Kemudian wabah yang bermula dari Wuhan, Tiongkok ini sekarang telah merebak ke 200 lebih negara di dunia. “Teori ekonominya, kebutuhan pangan global akan sangat terbatas, karena semuanya membutuhkan pangan,” kata Suib.
Di sisi lain, lanjut Suib, aktivitas penguatan pangan juga sangat terbatas. “Jika pun ada, pertukaran pangan di lintas negara (ekspor-import) terganggu karena pembatasan aktivitas di pintu masuk pelabuhan atau perbatasan,” paparnya.
2. Setiap Negara Berupaya Memenuhi Kebutuhan Pangannya Masing-masing
Pandemi global Covid-19 mau tidak mau harus memenuhi kebutuhan pangan lokalnya masing-masing, termasuk Indonesia. “Ini juga berdampak terhadap masing-masing daerah yang pasti dituntut untuk memikirkan kebutuhan lokalnya masing-masing,” ungkap Suib.
3. Hasil Tanam Tidak Melimpah
Pada situasi normal saja atau sebelum pandemi global Covid-19, ungkap Suib, hasil tanam pangan tidak melimpah disebabkan banyak faktor. “Mulai dari pupuk yang langka, hingga adanya pembatasan petani pergi ke sawah, karena mengikuti imbauan pemerintah untuk tidak keluar rumah,” jelas Suib.
Menghadapi ketiga situasi tersebut, Suib menilai, program-program dalam APBD Perubahan 2020 dan APBD Murni 2021, tidak boleh terlalu fokus terhadap penanganan yang sifatnya hanya taktis dan instan serta tidak berdampak terhadap jangka panjang. “Kebutuhan pangan lokallah yang harus di perkuat, supaya keuangan daerah tidak habis begitu saja,” katanya.
Masyarakat di pedesaan, menurut Suib, harus didorong untuk meningkatkan produktivitas pertaniannya. Apalagi mengingatkan luas lahannya sampai saat ini masih sangat potensial.
Berdasarkan data Dinas Pertanian (Distan) Provinsi Kalbar, luas lahan pertanian mencapai 529.761 Hektare, terdiri atas sawah irigasi 107.600,8 Hektare dan non irigasi 422.161 Hektare.
“Nah, untuk memacu semangat petani di pedesaan di semua kecamatan, maka perlu diberikan bantuan berupa bibit, pupuk, dan peralatannya. Sehingga hasil petani bisa memuaskan,” jelas Suib
Pemerintah juga perlu menggiring hasil panen para petani tersebut. “Saya sarankan hasil pertanian di tampung alias dibeli oleh pemerintah, baik di desa atau kabupaten atau boleh juga dari provinsi melaui wadah
BUMDes (Badan Usahan Milik Desa) atau BUMD (Badan Usaha Milik Daerah),” papar Suib.
Penyerapan hasil pertanian yang dilakukan pemerintah ini, kata Suib, untuk menghilangkan kekhawatiran di tingkat petani yang berupaya mendongkrak produktivitasnya.
“Jika di desa tertentu terjadi surplus pangan, pemerintah, baik di tingkat desa maupun daerah mesti hadir untuk membelinya dan dijual lagi ke masyarakat umum atau ke daerah luar Kalbar,” jelas Suib.
Jika program ini dimaksimalkan, kata Suib, niscaya dampak Covid-19 tidak terasa riskan di masyarakat. “Tidak ada ruginya jika ketahanan lokal diperkuat, yang jelas rakyat tidak akan kelaparan, dan uang berputar tepat sasaran,” tutupnya.(dik)