Sabtu , 23 November 2024
Home / BENGKAYANG / Petani Sawit di Bengkayang Keluhkan Harga TBS yang Terus Merosot

Petani Sawit di Bengkayang Keluhkan Harga TBS yang Terus Merosot

TBS Sawit (Ist)

KALIMANTAN TODAY, BENGKAYANG – Sejumlah Petani Sawit di Kabupaten Bengkayang mengeluhkan karena terus merosotnya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Turunnya harga TBS sawit tersebut membuat sejumlah petani sawit yang bergerak secara mandiri di kabupaten Bengkayang geram. Bahkan tak sedikit yang memilih tak melanjutkan panen, lantaran nilai jual yang dianggap tak sebanding dengan biaya perawatan sawit.

Diketahui, anjloknya harga TBS kelapa sawit dikarenakan kebijakan Pemerintah yang membuka kran ekspor untuk crud palm oil (CPO), baru-baru ini.

Terkait hal tersebut, tokoh masyarakat adat di Kabupaten Bengkayang, Gustian Andiwinata mengungkapkan, semenjak penurunan harga sawit yang terus merosot tajam, dirasa sangat berdampak. Tak hanya bagi petani mandiri, bahkan sempat terjadi penutupan paksa salah satu pabrik kelapa sawit oleh sekelompok masyarakat adat di kabupaten Bengkayang, beberapa waktu lalu.

“Sebelumnya ada (pabrik yang ditutup paksa oleh kelompok masyarakat adat), tapi saat ini pabrik sudah buka. Namun harga jual sawit saat ini hanya tinggal 1.100 rupiah perkilogram,” jelas Gustian, Rabu (13/7).

Merosotnya harga jual tersebut, kata Gustian, yang membuat beberapa petani sawit memilih untuk tidak bisa memanen sama sekali.

“Bagaimana kita mau panen, sementara biaya operasional untuk memanen tidak cukup dari hasil jual,” ucapnya.

Meorosotnya harga sawit, menurutnya sangat berdampak besar pada kehidupan petani sawit. Bahkan tak sedikit petani sawit yang punya kebun, mulai berhenti menanam sawit.

“Karena harga jual rendah, jadi tidak mungkin ada petani yang mau menanam sawit untuk saat ini,” tuturnya.

Dia berharap kedepan pemerintah bisa lebih cermat dan punya solusi atas masalah yang dihadapi para petani sawit saat ini. Terutama kebijakan yang diambil harus lebih memihak kepada masyarakat, yang dalam konteks ini merupakan petani sawit.

“karena ini tidak hanya berdampak untuk petani biasa. Namun juga akan berdampak pada pekerja sawit skala perusahaan, pasti akan mati semua kalau harga masih seperti ini,” ungkapnya.

“Terlebih menyoal minyak goreng ini merupakan kebutuhan yang sudah jadi pokok. Jadi harus disesuaikan lagi lah dengan kebijakan yang ada,” tutupnya.

Sementara itu juga, salah satu petani sawit di Kabupaten Bengkayang, Edison mengaku saat ini dirinya harus sampai mengakali biaya produksi. Dimana dia harus mencampurkan garam dapur dan pupuk kandang untuk digunakan sebagai penyubur tanaman sawit.

“Harga jual sawit tinggal 1.100 rupiah (perkilogram). Belum untuk ongkos lain. Seperti ongkos panen 250 rupiah, ongkos antar 200 rupiah, belum termasuk biaya upah mandor dan sebagainya belum lagi biaya lain,” jelasnya.

Atas hal tersebut, dia meminta agar pemerintah tak menutup mata akan persoalan yang dihadapi petani sawit saat ini. Terlebih menurutnya, masih banyak masyarakat yang saat ini berpegang hidup pada pertanian sawit.

“Masih banyak masyarakat (yang bergantung pada sawit) makin sulit. Bayangkan apabila mereka tidak bsia menyekolahkan anak, tidak bisa mendapatkan kehidupan yang layak,” kata dia.

“Saya harap pemerintah bisa memberikan solusi. jangan seolah-olah tidak tahu menahu dan menutup mata akan persoalan yang dihadapi petani sawit saat ini,” pungkasnya. (Titi).

Tentang Kalimantan Today

Cek Juga

Desa ODF di Kabupaten Sanggau Bertambah Jadi 13, Tertinggi di Kembayan

  KALIMANTANTODAY, SANGGAU. Berlahan tapi pasti, jumlah desa Open Defecation Free (ODF) atau yang sudah …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *