KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK – Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Cornelis minta rencana pemerintah menekan jumlah tenaga honorer di instansi kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah pada tahun 2023 harus diselesaikan secara adil, karena menyangkut masalah kemanusiaan.
“Jangan sampai selesai nanti malah menambah angka kemiskinan, menambah pengangguran, dan birokrasi kita tidak berkembang,” ungkapnya, Minggu (29/05/2022).
Diharapkan pada tahun tersebut, tidak ada lagi pegawai yang mendapatkan gaji dibawah standar upah minimum yang telah ditetapkan.
“Menurut saya, kalaupun ndak ada (tenaga honorer) tapi itu diangkat atau dijadikan tenaga PPPK itu ndak ada masalah apapun namanya. Yang penting gajinya sesuai dengan standar. Jangan gajinya tidak sesuai”, tegasnya.
BACA JUGA: Ternyata Ini 10 Tokoh Dayak Paling Berpengaruh di Kalbar
BACA JUGA: Cornelis Buka Gawai Naik Dango Ke-XV Kabupaten Sambas
Cornelis singgung sederet tenaga honorer yang kerap mendapatkan upah jauh dibawah standar upah minimum, sementara pemerintah menyuarakan agar perusahaan-perusahaan memberikan upah sesuai UMR (Upah Minimum Regional).
“Sekarangkan pemerintah mengatakan kepada perusahaan-perusahaan sesuai dengan UMR, tapi kadang-kadang pemerintah juga melanggar upah itu, ada yang gaji seratus ribu. Nah, ini jangan sampai terjadilah”, tegasnya.
Sebelumnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo menegaskan, bahwa status tenaga honorer akan selesai atau dihilangkan pada 2023. Sehingga tidak ada lagi pegawai berstatus honorer di instansi pemerintahan.
Dengan demikian, status pegawai pemerintah mulai 2023 nanti hanya ada dua jenis, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), di mana keduanya disebut Aparatur Sipil Negara (ASN).
(Lukas)