KALIMANTAN TODAY, BENGKAYANG – Dinas Sosial Perlindungan Perempuan dan Anak (Dinsos PPPA) kabupaten Bengkayang sudah menerima enam laporan terkait kasus kekerasan maupun pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di awal tahun 2022. Angka tersebut merupakan data kumulatif yang diterima Dinsos PPPA dalam rentang periode Januari sampai pertanggal 10 Maret 2022.
Hal tersebut disampaikan Kabid PA Dinsos PPPA Kabupaten Bengkayang, Liberti Nungkat. Liberti membeberkan bahwa dari enam kasus yang ada tiga diantaranya sudah di proses oleh pihak Kejaksaan dan Pengadilan Negeri Bengkayang. Sementara tiga kasus lainnya masih didalami pihak kepolisian.
“Sementara untuk jenis kasus, masih sama dengan yang sebelumnya. Rata-rata masih menyoal pelecehan seksual terhadap anak dan kekerasan terhadap anak. Itu yang masih mendominasi saat ini,” ujar Liberti, Jumat (11/3).
“Begitu pula untuk lokasi kejadian kekerasan maupun pelecehan seksual. Itu tak jauh berbeda dengan laporan yang kita terima pada tahun 2021 lalu,” sambungnya.
Disisi lain, dia juga mengungkapkan saat ini ada satu laporan perkara KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) yang telah diterima oleh pihaknya dan saat ini masih dalam proses pendalaman. Dimana kasus yang diterima tersebut terkait adanya seorang ibu yang disinyalir dengan sengaja menelantarkan anaknya sendiri.
“Jadi ini cukup unik. Karena biasanya itu istri yang melapor karena menjadi korban kekerasan atau sebagainya. Namun saat ini malah istri atau seorang ibu yang dilaporkan karena menelantarkan anaknya sendiri,” katanya.
“Dan kalau kasus seperti ini bisa terjadi oleh berbagai hal yang memungkinkan. Mungkin bisa dari sisi ekonomi dan sebagainya,” timpalnya.
Mengenai hal tersebut, Liberti juga memastikan bahwa saat ini pihaknya juga sudah bekerjasama dengan yayasan yang bergerak di bidang kemanusiaan yang berfokus pada pelayanan anak.
Hal itu dilakukan lantaran berkaca pada tahun 2021, total ada 59 kasus yang menyangkut kekerasan terhadap anak. Angka tersebut didapat berdasarkan laporan yang masuk ke aplikasi simfoni yang terhubung langsung ke kementerian PPPA RI.
“Dan kondisi tersebut menjadikan Bengkayang menempati peringkat 1 kasus kekerasan terhadap anak pada tahun lalu. Itu jika dibandingkan 14 kabupaten/kota se-Kalbar,” pungkasnya.
Untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, pihak dinas pun kata Liberti melakukan berbagai upaya. Terutama wujudkan desa Layak Anak. Hingga kini, dari 122 dan 2 kelurahan di Bengkayang, baru ada 10 desa layak anak. Tentu ini menjadi PR bersama bagaimana menciptakan lingkungan layak untuk anak.
“Salah satu program pemerintah dalam menekan angka kekerasan terhadap anak. Ini juga tak lepas dari kesadaran semua pihak, terutama orang tua. Peran orang tua disini sangat penting dalam mengontrol anaknya. Karena dominan kasus kekerasan terhadap anak,” tutupnya. (TT).