Sabtu , 23 November 2024
Home / NEWS / Masyarakat Sajingan Menjerit Tak Bisa Buat Sertifikat Tanah dan Rumah, Tapi Harus Bayar PBB

Masyarakat Sajingan Menjerit Tak Bisa Buat Sertifikat Tanah dan Rumah, Tapi Harus Bayar PBB

Ilustrasi/dok Kalimantan Today

 

KALIMANTAN TODAY. SAMBAS – Tidak bisa membuat sertifikat karena lahan beserta rumahnya masuk Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia. Namun mereka diwajibkan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Begitulah derita yang dialami sekitar 10.000 orang warga di Kecamatan Sajingan Besar (sering disebut Sajingan saja), Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) yang berbatasan langsung dengan Malaysia.

Penetapan status Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam yang datang belakangan di kawasan perbatasan negara itu, telah membuat masyarakat yang tinggal turun temurun selama ratusan tahun di 4 desa di Kecamatan Sajingan itu benar-benar menderita.

“Kita dikerangkeng, kita punya tanah dan rumah ratusan tahun, tetapi tidak punya hak milik. Kita numpang di negara sendiri karena status Hutan Lindung yang baru itu,” sesal Abelnus, salah seorang warga Sajingan, kepada Kalimantan Today belum lama ini.

Abelnus pun menjelaskan, di Kecamatan Sajingan Besar Kabupaten Sambas Provinsi Kalbar ini terdapat 5 desa, yakni:

  1. Desa Kaliau
  2. Desa Sebunga
  3. Desa Santaban
  4. Desa Senatab
  5. Desa Sungai Bening

Dari 5 desa di Kecamatan Sajingan ini, hanya Desa Sebunga yang tidak termasuk kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam. Di desa inilah berdiri megah Pos Listas Batas Negara (PLBN) Aruk yang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia.

PLBN Aruk di Desa Sebunga ini diresmikan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) pada 17 Maret 2017 silam dan disebutnya sebagai pintu perbatasan negara dengan desain terbagus se-Indonesia.

Berbeda dengan Desa Sebunga, 4 desa lainnya di Kecamatan Sajingan yang dihuni sekitar 10.000 jiwa, masuk kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam. “Termasuk pusat pemerintahan kecamatannya,” ungkap Abelnus.

Praktis, bukan hanya tanah dan rumah penduduk, Kantor Camat dan Puskesmas di 4 desa itu juga masuk kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam. “Status ini baru ditetapkan, ketika masyarakat di sana sudah lama tinggal,” tegas Abelnus.

Kendati sudah disebut sebagai kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam, hingga kini warga di 4 desa tersebut masih diperkenankan untuk memanfaatkannya, misalnya untuk lahan pertanian, perkebunan dan tentunya pemukiman penduduk.

Namun, kata Abelnus, masyarakat di 4 desa di Sajingan itu tidak bisa membuat sertifikat hak milik atas lahan dan rumahnya. Alasannya, karena itu kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam.

Lantaran tidak memiliki sertifikat hak milik tersebut, lanjut dia, semua warga di 4 desa di Sajingan itu tidak bisa mengakses berbagai program atau bantuan dari pemerintah. “Terutama program atau bantuan yang mengharuskan melampirkan sertifikat hak milik atas lahan atau rumah sebagai persyaratan,” jelasnya.

Misalnya, tambah dia, masyarakat tidak bisa mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau bantuan untuk Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), lantaran tidak bisa memenuhi prosedur yang ada, salah satunya melampirkan sertifikat hak milik baik itu tanah maupun rumah.

“Ironisnya, ketika warga tidak bisa membuat sertifikat hak milik karena masuk kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata alam, malah diwajibkan untuk membayar PBB. Tagihannya datang dari rumah ke rumah, kemungkinan dari Pemkab Sambas,” kata Abelnus.

Masyarakat 4 desa di Kecamatan Sajingan itu menjerit, berharap status Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam di wilayahnya segera dicabut, lantaran sampai saat ini sudah banyak menimbulkan bermacam persoalan.

Mereka menyuarakan hal tersebut melalui berbagai cara, mulai dari membentuk tim khusus, mengadukannya ke wakil rakyat di Kabupaten Sambas sampai ke Senayan. Namun hingga kini belum membuahkan hasil.

“Kami sejak lama menyuarakan hal ini, baik bersama lembaga AMAN, lembaga adat atau lainnya. Saya secara pribadi sudah menyampaikan persoalan ini ke Anggota DPR RI yang saya kenal, cuma tidak tahu kabar bagaimana di sana,” ujar Abelnus.

Ia mengaku, dari berbagai upaya yang ditempuh masyarakat 4 desa di Sajingan itu, belum sekalipun sampai ke Kementerian terkait. “Sampai hari ini kami belum pernah bisa tembus ke Kementerian, karena persoalan biaya,” ungkap Adelnus.

Berbagai upaya ditempuh agar 4 desa ini menjadi status ‘Putih’, kata Abelnus, karena persoalan terkait status Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam yang dihadapi ini teramat penting untuk segera diselesaikan. “Saya tahu betul apa yang dirasakan, karena saya juga merasakan apa yang dirasakan masyarakat lainnya di 4 desa di Sajingan ini,” kata Abelnus. (dik)

Tentang Kalimantan Today

Cek Juga

Rangkul Semua Stake Holder, Bawaslu Sanggau: Kunci Sukses Pengawasan adalah Komunikasi

  KALIMANTANTODAY, SANGGAU. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sanggau berkomitmen mengawasi jalannya Pilkada serentak tahun …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *