KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK – Demonstrasi Aliansi Mahasiswa untuk Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) Kalbar di depan pagar Gedung DPRD Provinsi Kalbar, Selasa (20/10/2020) sejak sore hingga malam seringkali diwarnai teriakan “Dengarlah Itu Pak”.
Hampir setiap perwakilan elemen mahasiswa yang tergabung dalam Ampera Kalbar berorasi, selalu disambut dengan tiga kata berlogat Melayu Pontianak tersebut.
Kalimat “Dengarlah Itu Pak” bukan datang dari kebanyakan pengunjukrasa yang menolak Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, melain hanya dari seorang mahasiswi beralmamater biru tua dan berkacamata kecoklatan.
Suaranya yang melengking, menjadikan “Dengarlah Itu Pak” pusat perhatian. Berkali-kali diucapkannya sendirian, sampai suara mahasiswi berwajah aduhai itu menjadi serak.
Teriakan mahasiswi tersebut cukup sederhana, tetapi memiliki makna yang amat penting dan mendalam bagi aksi menolak UU Cipta Kerja untuk kesekiankalinya tersebut.
Aksi demi aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang dilakukan di hampir seluruh daerah, tidak terkecuali di Provinsi Kalbar, seakan tidak didengarkan.
Dalam upaya agar suara rakyat itu didengar penguasa negeri, tidak jarang memunculkan kisruh antara pengunjukrasa dengan aparat keamanan.
Guna menghindari kisruh yang dipicu tindakan anarkis, Ampera Kalbar memilih aksi duduk-duduk di depan pagar DPRD Provinsi Kalbar yang dijaga ketat aparat keamanan.
Koordinator Ampera Kalbar, M Ulil Azmi menjelaskan, aksi duduk-duduk ini dimaksudkan kalau gerakan mahasiswa ini tidak ada anarkis. “Kita tidak ingin nanti di-framing seperti ini seperti ini (anarkis-red),” ujarnya.
Ampera Kalbar, kata Ulil, juga ingin menjaga ritme gerakan mahasiswa yang murni sebagai gerakan rakyat, tidak ditunggangi siapapun. “Tidak berbentuk partisan dan imparsial,” tegasnya.
Selain aksi duduk-duduk, para pengunjukrasa juga membentang spanduk putih bertulis hitam “Perhatian! Sarang Partai Ini Disegel”.
Spanduk yang dipasang di papan nama DPRD Provinsi Kalbar itu, jelas Ulil, merupakan bentuk ketidakpercayaan rakyat kepada DPRD.
“Seharusnya menjadi refresentatif rakyat, malah hari ini hanya menjadi corong partai. Kita sudah tidak percaya kepada DPRD,” ujar Ulil.
Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Kalbar yang diharapkan memperjuangkan aspirasi masyarakat malah hanya bisa meneruskannya ke Pusat.
Masyarakat jelas-jelas menolak UU Cipta Kerja, tetapi DPRD tidak menunjukkan sikapnya sebagai wakil rakyat. “Tanpa mempunyai sikap yang betul-betul menggemakan suara batin rakyat,” papar Ulil.
Kendati sikap DPRD Kalbar yang mengecewakan seperti itu, lanjut dia, Ampera Kalbar tetap konsisten menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.
“Kita menolak segala bentuk pasal-pasal karet, pasal-pasal yang menyoal ketenagakerjaan, lingkungan, tanah dan sebagainya dalam UU Cipta Kerja itu,” papar Ulil.
Aksi unjukrasa yang dimulai dengan Salat Ashar berjemaah di depan pagar DPRD Provinsi Kalbar ini berlangsung hingga malam hari. Setelah Salat Maghrib berjemaah, mereka masih berorasi. “Dengarlah Itu Pak”.(dik)