KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK – Polemik dan gejolak yang muncul pascadisahkannya Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, menunjukkan pengambilan keputusan yang dilakukan DPR-RI tidak memperhitungkan sikap masyarakat.
“Tentu ini kita sesalkan,” kata Suriansyah, Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar, ditemui kalimantantoday.com di ruang kerjanya, Rabu (07/10/2020).
Seperti diketahui, sejak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan draft Omnibus Law RUU Cipta Kerja ke DPR-RI, sudah muncul gejolak di tengah-tengah masyarakat.
Namun, pembahasan di DPR-RI tetap berlanjut untuk memutuskan apakah usulan dari pemerintah tersebut layak disahkan menjadi UU atau tidak.
“Seharusnya sudah melalui proses dengar pendapat (public hearing) dari komponen-komponen masyarakat, terutama dari serikat pekerja,” ujar Suriansyah.
Public hearing tersebut merupakan proses yang harus dilalui untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap RUU yang akan disahkan menjadi UU.
Sikap masyarakat sebenarnya sudah jelas banyak yang menolak sejak draft-nya diusulkan. Namun tiba-tiba DPR-RI memutuskan untuk mengesahkan UU sapu jagat tersebut.
Olehkarenanya, lanjut Suriansyah, beberapa pihak menilai pengambilan keputusan itu dilakukan secara terburu-buru. “Inilah yang membuat ketidakpuasan dari komponen buruh,” ujarnya.
Beberapa pasal dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja itu dinilai merugikan kepentingan jangka panjang para buruh. “Misalnya soal outsourcing. Itu masih belum bisa diterima secara baik, karena terlalu merugikan pihak buruh,” ucap Suriansyah.
Demikian pula terkait pasal yang mengatur tentang pesangon, tambah dia, masih belum bisa diterima para buruh.
“Terkait pasal-pasal yang ditolak buruh tersebut, tentu memerlukan proses sosialisasi dan mediasi saat pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja itu,” papar Suriansyah.
Sehingga, jelas Suriansyah, begitu DPR-RI memutuskan untuk mengesahkannya menjadi UU, pada prinsipnya bisa diterima sebagian besar masyarakat.
Saat ini sebagian besar masyarakat masih menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja itu, lantaran disinyalir terlalu melindungi kepentingan pengusaha. “Tidak seimbang dengan kepentingan para buruh,” sesal Suriansyah.
Persoalan seperti ini, menurut Suriansyah, semestinya disikapi dengan hati-hati, karena perekonomian tidak hanya ditentukan pengusaha. “Melainkan ditentukan hal-hal lainnya, termasuk keberadaan faktor produksi yang disebut buruh atau pekerja tersebut,” jelasnya.
Bagaimanapun juga, tambah Suriansyah, buruh atau pekerja merupakan komponen yang sangat besar dari bangsa ini. Kepentingan mereka selayaknya diperhatikan secara seksama.
Seharusnya, kata Legislator Gerindra ini, UU yang dibuat dapat melindungi semua kepentingan masyarakat, termasuk buruh, untuk kepentingan yang lebih tinggi, yakni kepentingan nasional.(dik)