KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK – Kelompok Pengelola Hasil Alam Borneo (Komphar) mendorong Legislatif, baik yang duduk di kursi di DPR-RI, maupun DPRD Provinsi serta Kabupaten/Kota berinisiatif untuk menelurkan Undang-Undang (UU) atau Peraturan Daerah (Perda) Kratom (Mitragyna speciosa).
“Kita tunggu payung hukumnya. Seluruh asosiasi pegiat kratom di Indonesia, terutama di Kalbar siap duduk satu meja untuk mewujudkannya,” kata Harry Tri Yoga, Komphar, ditemui di Sekretariatnya, Minggu (13/09/2020).
Menurut Yoga, keputusan Kementerian Pertanian (Kementan) RI yang memasukkan Kratom sebagai tanaman untuk bahan baku obat tradisional atau jamu, tentunya dapat menjadi dasar bagi Legislatif untuk mewujudkan payung hukum tanaman yang juga dikenal sebagai daun purik tersebut.
“Keputusan Kementan yang memasukkan Kratom sebagai bahan baku jamu, merupakan angin segar bagi kita. Apalagi investor-investor besar termasuk BUMN juga siap menanamkan modalnya untuk bisnis Kratom ini,” ungkap Yoga.
Memang belakangan keputusan Kementan tersebut dicabut, tambah Yoga, tetapi bukan karena Kratomnya, melainkan gelombang protes masyarakat atas Ganja yang juga dimasukkan sebagai tanaman obat binaan.
“Kemungkinan keputusan itu akan dikaji ulang dan diterbitkan lagi keputusan baru yang mungkin tidak mengikutkan ganja. Kita berharap keputusan baru itu segera diterbitkan kembali,” ujar Yoga.
Terkait keputusan tersebut, Yoga mengapresiasi langkah cepat Gubernur Kalbar, Sutarmidji yang langsung mendorong kajian mendalam untuk mengungkap manfaat Kratom lebih jauh. “Kita sangat mengapresiasi Gubernur Kalbar yang memang sangat membantu para pegiat Kratom,” ucapnya.
Langkah positif Gubernur Kalbar itu, lanjut Yoga, mestinya diikuti para Wakil Rakyat dengan menelurkan suatu payung hukum. “Wakil-wakil Rakyat di Senayan, terutama Daerah Pemilihan (Dapil) Kalbar II sangat diharapkan inisiatifnya terkait Kratom ini. Kami tunggu,” tutur Yoga.
Yoga mengingatkan, Kratom ini sudah mendunia dan Provinsi Kalbar, lebih khusus Kabupaten Kapuas Hulu merupakan salah satu pemasok terbesar di Indonesia. “Wakil Rakyat Dapil Kapuas Hulu sangat diharapkan untuk memperjuangkan ini, karena menyangkut masyarakat banyak yang memilihnya,” ujarnya.
Ia menambahkan, dengan belum adanya Perda, bisnis Kratom saat ini lebih menguntungkan daerah yang menjadi pintu ekspor. “Misalnya lewat Jakarta, maka yang memetik hasilnya Pemprov DKI, kalau Surabaya maka yang menikmati Pemprov Jatim,” kata Yoga mencontohkan.
Supaya berkontribusi positif bagi Pemprov Kalbar dan masyarakat, Yoga mengharapkan perjuangan Wakil Rakyat untuk membuat payung hukum Kratom. “Juga untuk menjaga kelangsungan masyarakat yang menjadi pegiat Kratom,” pungkasnya.(dik)