SANGGAU. Bantuan dari pemerintah pusat berupa 54 hand tracktor, 4 mesin perontok padi dan 2 mesin panen padi, sudah sebagian didistribusikan ke kelompok petani. Plt. Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perikanan (Dishangpang Hortikan) Kabupaten Sanggau, Kubin, menargetkan paling lambat pekan ketiga September sudah terkirim semua.
“Mengingat jadwal olah tanah pentani itu kan pada September-Oktober, maka barang ini harus kita sampaikan kepada mereka. Kemudian dari pelaksanan program, barang ini kan ada BA serah-terima barang. Ini juga harus kita selesaikan, petani yang menerima dengan menandatangani BA serah-terima barang, ini harus kita sampaikan ke pusat, karena ini dari pusat,” kata Kubin kepada wartawan, Selasa (8/9/20).
Dikatakannya pada tahap awal, bantuan tersebut didistribusikan di tiga kecamatan: Bonti, Toba dan Kapuas.
“Untuk Kecamatan Kapuas kami prioritaskan ke Mengkiang, karena di sana ada kegiatan Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). Kemudian sisanya paling lambat pekan ketiga September sudah terkirim semua, karena kami juga menyesuaikan jadwal tanan kelompok. Semua kecamatan dapat,” katanya.
Kubin berharap, dengan bantuan peralatan tersebut, tak hanya lahan sawah yang digarap, tapi juga lahan kering. “Seperti di Mengkiang, Sungai Langir ini kan lahan kering. Harapan kita padi itu ditanam juga di lahan kering. Pontensinya juga tinggi,” sebutnya.
Terlebih Pemda Sanggau melalui Dishangpang Hortikan juga memiliki program Lahan Berkelanjutan.
“Kemudian ada juga Perda lahan berkelanjutan. Istilah lahan berkelanjutan itu kan lahan menetap. Petani menanam di lahan yang sama. Kalau sawah kan sama. Kalau lahan keringnya melalui PLTB nya itu untuk lahan menetapnya mereka,” terangnya.
Namun Kubin juga menjelaskan tak semua lahan kering bisa ditanami padi. Dengan kemiringan tertentu, justeru cocok untuk tanamamn holtikultura.
“Sehingga dengan PLTB itu tidak mengurangi rencana pentani untuk menanam berbagai komoditi pertanian. Seperti padi di lahan rata, pisang dan tebu toluk di lahan agak yang miring. Kalau yang tidak bisa dijangkau alat, di sana bisa ditanam buah-buahan,” bebernya.
Konsep Tembawang yang ada di masyarakat Dayak maupun Melayu, lanjut Kubin, bahwa pemerintah tak melarang mereka membakar lahan. Hanya mengurangi.
“Kita juga tidak meninggalkan mereka untuk tidak bertanam. Justeru kita minta bertanam padi pada lahan kering. Justeru di sini kami memperbaiki peningkatan produksi,” akunya.
Apakah bantuan Alsintan dari pemerintah pusat tersebut mencukupi? Kubin mengatakan tidak.
“Kalau mau dibilang kurang, ya kurang. Tapi kami kan memberikan mereka karena aktivitas pentani sudah cukup tinggi. Aktivitas kelompok juga sudah lebih baik. Efisiensi satu alat ini kan 1,3 per hari. Kalau olah tanah 10 hari, berarti kan satu kelompok 25 orang, anggap saja mereka punya 25 hektar, paling tidak 20 hari. Ini kan agak lama. Kalau bandingkan dengan dua ribu kelompok tani (yang ada), kalau satu kelompok dua alat, berarti empat ribu. Tapi ini bisa diatasi karena peralatan ini bisa pinjam pakai,” paparnya. (ram)