KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK–Setelah melalui mediasi marathon dari pagi hingga sore Kamis (30/01/2020) yang melelahkan dan sarat emosi, akhirnya tercipta kesepakatan antara Serikat Pekerja Outsourcing Khatulistiwa yang menuntut pesangon, dengan PT Haleyora Powerindo selaku anak perusahaan PT PLN (Persero).
“Alhamdulillah kita menemukan suatu kesepakatan bersama,” kata Tony Kurniadi, Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Kalbar, ditemui usai memimpin mediasi di Ruang Serbaguna DPRD Provinsi Kalbar.
Kesepakatan yang dimaksud tentunya melibatkan Serikat Pekerja Outsourcing Khatulistiwa, PT Haleyora Powerindo, PT PLN Wilayah V Kalbar dan Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalbar.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Komisi V DPRD Provinsi Kalbar sebagai fasilisator atau mediator untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, mengeluarkan beberapa rekomendasi.
“Kita merekomendasikan kepada PT Haleyora Powerindo untuk segera menunaikan kewajibannya seperti tuntutan para pekerja, sesuai kesepakatan sebelumnya,” kata Tony.
Perwakilan PT Haleyora Powerindo dan PT PLN Wilayah V Kalbar sudah setuju untuk menyampaikan hasil fasilitasi atau mediasi ini ke pimpinan mereka masing-masing.
“Kita beri limit waktu (deadline) sampai 10 Februari 2020 kepada PT Haleyora Powerindo untuk menunaikan kewajibannya. Kalau tidak, kita akan memanggil langsung GM PT Haleyora Powerindo ke gedung DPRD Kalbar untuk menyelesaikan masalah ini,” tegas Tony.
Legislator Kalbar Daerah Pemilihan (Dapil) Sambas ini memastikan penyelesaian permasalahan ini betul-betul terbuka, melibatkan pihak-pihak terkait.
“Kami berharap PT Haleyora Powerindo tidak mengabaikan suara kami sebagai Wakil Rakyat yang tentu menjadi refresentasi rakyat Kalbar, termasuk para pekerja ini yang notabene masyarakat Kalbar,” ucap Tony.
Memperjuangkan aspirasi masyarakat, termasuk para pekerja ini, tambah Tony, merupakan salah wujud komitmen DPRD Kalbar yang akan memperjuangkan aspirasi sesuai kapasitas dan kemampuannya.
“Mudah-mudahan PT Haleyora Powerindo mempunyai etikad baik untuk memenuhi tuntutan para pekerja yang selama ini sudah banyak memberikan keuntungan bagi pihak perusahaan,” harap Tony.
Permasalahan antara pekerja dengan PT Haleyora Powerindo ini meruncing, lantaran adanya pengingkaran kesepakatan terkait pembayaran pesangon.
Ketua Serikat Pekerja Outsourcing Khatulistiwa, Agus Chanigia mengatakan, semua perwakilan pekerja mengadu ke DPRD Kalbar ini lantaran mereka sudah sangat resah. “Resah dengan kebohongan-kebohongan PT Haleyora Powerindo,” jelasnya.
Agus menjelaskan duduk persoalannya dari A sampai Z. “Awalnya sudah disepakati bahwa pesangon kami akan dibayar 50 persen. Data-data kami pun dikirim ke pusat,” katanya.
Satu bulan kemudian, lanjut dia, tiba-tiba PT Haleyora Powerindo mengingkari kesepakatan yang merupakan hasil mediasi yang dilakukan Disnakertrans Kalbar tersebut. “Kataya tidak ada pembayaran 50 persen,” kesal Agus.
Akhirnya dilakukan berbagai pembahasan dengan melibatkan pihak terkait. Hasilnya seolah para pekerja ini dipermainkan. “Tanya pusat lagi, tanya pusat lagi,” kata Agus.
Para pekerja yang sudah bersyukur dijanjikan pembayaran 50 persen pesangon ini, menuntut haknya lantaran masa kontraknya yang sudah berakhir pada 2019.
“Kami tidak mau tahu kalau perusahaan itu beralih atau diakuisisi, yang jelas ada yang masa kerjanya 5 sampai 10 tahun yang harus dibayarkan pesangonnya, sesuai kontrak kerja,” tegas Agus.
Permasalahan ini berlarut-larut hingga 5 bulan. Sementara pihak perusahaan masih enggan menunaikan kewajibannya sesuai kesepakatan.
Lantaran sudah merasa capek, para pekerja dari berbagai daerah di Kalbar itu pun menuntut agar permasalahan ini selesai melalui fasilitasi Komisi V DPRD Provinsi Kalbar.
“Kalau permasalahan ini tidak segera diselesaikan hari ini, kami tidak akan pulang (dari Gedung DPRD Kalbar-red). Karena kalau sampai ditunda lagi, kami khawatir ada lobi-lobian lagi diluar. Ini uang besar,” papar Agus.
Bayangkan saja, lanjut dia, anggap terdapat sekitar 400 pekerja, dikalikan Rp30 Juta saja nilainya mencapai Rp12 Miliar pesangon yang dibayar pihak perusahaan.
Para pekerja ini optimis PT Haleyora Powerindo sanggup membayar pesangon, karena masih eksis di Jawa Barat, tidak dinyatakan pailit. “Jadi kalau dikatakan tidak sanggup membayar, ini sangat luar biasa,” ujar Agus.
Lantaran tidak kunjung dibayar, para pekerja ini pun menduga kalau dana tersebut sudah dititipkan ke PLN. “Kenapa tidak dibayarkan ke pekerja. Jadi saya berprasangka buruk, mungkin uang ini sudah dimakan mereka semua,” duganya.
Sementara itu, Kepala Divisi Human Capital PT Haleyora Powerindo, Tejo Tripomo menjelaskan, para pekerja tersebut meminta pesangon saat peralihan perusahaan, dari PT Haleyora Powerindo ke BCN.
“Kami berharap tidak ada PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Jadi begitu beralih, masa kerja yang bersangkutan tetap berlanjut. Sehingga ketika pensiun atau PHK, masa kerjanya diakumulasi dari sejak di Haleyora Powerindo sampai ke BCN,” jelas Tejo.
Namun karena para pekerja tersebut menuntut pesangon saat peralihan itu, lanjut Tejo, dilakukanlah pembahasan yang melibatkan ketiga pihak terkait.
“Pernah ada pembicaraan antara Haleyora Powerindo melibatkan BCN dengan pekerja. Diskusi untuk menemukan solusi,” ungkap Tejo.
Dari pembahasan itu, kata Tejo, dibuatlah draft atau konsep perjanjian kerjasama seperti yang disebutkan para pekerja tadi. “Cuma ketika diajukan ke atasan kami, muncul pertanyaan, kan tidak ada PHK kok ada pesangon,” tuturnya.
Akhirnya konsep perjanjian kerjasama yang menyebutkan pembayaran pesangon 50 persen itu belum ditandatangani pihak berwenang di PT Haleyora Powerindo.
Sampailah persoalan ini ke DPRD Provinsi Kalbar yang menelurkan beberapa rekomendasi. “Kami akan membawa rekomendasi ini, dijadikan bahan diskusi untuk menentukan bagaimana kebijakan di tempat kita,” ujar Tejo.(dik)
Saya sendiri juga ditelantarkan oleh PT. HpI yg saat ini PT.Penunjukan PLN, yg mana cuma menanyakan masalah batas pensiun dari 56 tahun menjadi 50 tahun, padahal menuru Per undang2 an tenaga kerja itu 56 tahun dan bahkan ada aturan PP PER TGL, 1 JAN 2020 MENJADI 57 tahun, saya ndak apa2 bila di pangkas jadi 50 tahun, tp saya minta unt di rekomendasikan setiap tahunnya, krn anak2 saya belum selesai sekolah di SMA dan SMK,, makanya saya unt di rekomendasikan cuma 2 – 3 aja, agar saya bisa menyelesaikan sekolah anak saya hingga lulus aja, tp jusstrus smp saat ini saya di telantarkan ndak boleh tanda tangan dan sudah tidak di pekerjakan smp saat ini, dan justru PT.PLN ( persero ) area sukoharjo Ulp wonogiri, diam ndak memberikan solosi yg baik, agar tidak terjadi PHK, padahal saya dulubbagian dari PT.PLN , yg berada di Koperasi PT. PlN slama hampir 30 an, makanya saya minta kepada manajemen PT. HpI unt bisa menjembatani permasalahan yg saya hadapi ini, agar saya bisa bekerja kembali sampai anak2 saya lulus sekolahnya, di usia kayak saya yg sudah 50 tahun ke atas rasanya sulit unt mencari pekerjaan, moga2 bapak2 menejemen PT. HpI bisa memberikan solosi yg saat ini saya hadapi, dan nantinya tidak ada intimidasi guna kelancaran dalam bekerja unt memajukan PT.PLN ke depannya, trima kasih