Jumat , 22 November 2024
Home / NEWS / Kenaikan Iuran JKN Sangat Memberatkan Masyarakat

Kenaikan Iuran JKN Sangat Memberatkan Masyarakat

Neneng
Neneng

KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK–Pemerintah hendaknya mempertimbangkan kembali kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Karena sangat memberatkan masyarakat.

Tujuan program yang mulia ini akan menjadi persoalan pelik manakala para pihak yang berwenang di bidang kesehatan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat

“Terutama bagi peserta mandiri,” kata Neneng, Anggota DPRD Provinsi Kalbar, kepada wartawan di Pontianak, Kamis (07/11/2019).

Jika mengacu usulan Kementerian Keuangan, peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) harus membayar Rp42 Ribu per bulan per orang.

Sementara untuk peserta JKN Mandiri harus membayar iuran Rp110 Ribu per bulan per orang. “Untuk Kelas I lebih besar lagi, mencapai Rp160 Ribu,” ungkap Neneng.

Keputusan menaikkan iuran JKN sampai 100 persen seperti ini, kata Neneng, bukannya berdampak positif bagi masyarakat, malah memberatkan.

“Tujuan program yang mulia ini akan menjadi persoalan pelik manakala para pihak yang berwenang di bidang kesehatan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat,” ingat Neneng.

Seandainya memang terpaksa harus menaikkan iuran JKN, menurut Neneng, mestinya secara bertahap mengenai besarannya.

Menaikkan iuran secara drastis, tambah dia, hanya akan memberatkan hidup masyarakat yang memang sehari-harinya hidup pas-pasan. “Pendapatan masyarakat kita belum cukup secara umum,” ujar Neneng.

Selain itu, lanjut Legislator Partai Demokrat ini, kenaikan iuran tersebut seyogianya dibarengi dengan peningkatan layanan di Fasilitas Kesehatan (Faskes) dan tidak mempersulit pemegang Kartu JKN.

“Harus linear dengan peningkatan layanan. Jangan sampai ada lagi pasien antre, dan mendapat perlakuan diskriminatif. Apalagi ditolak dengan alasan rumah sakit penuh,” pinta Neneng.

Dia mengungkapkan, selama ini peserta JKN masih dihadapkan pada banyak persoalan. Di antaranya, sulitnya mendapat Surat Rujukan dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau Klinik Pratama. “Antreannya panjang, bisa sampai sepuluh hari,” ungkap Neneng.

Setelah mendapat Surat Rujuan itu, kata Neneng, pasien BPJS Kesehatan masih harus mengantre di Rumah Sakit (RS). “Ini juga dialami pasien dengan penyakit kronis,” sesalnya.

Belum lagi masalah kualitas dokter Puskesmas yang masih diragukan, dan obat-obatan yang diresepkan dokter tidak selalu tersedia.

Olehkarenanya, Neneng meminta pemerintah mengevaluasi BPJS Kesehatan dan pelayanan Faskes terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menaikkan iuran JKN per Januari 2020.(dik)

Tentang Kalimantan Today

Cek Juga

Dinkes Klaim Persentase Stunting di Sanggau Turun Drastis, Jadi Segini

  KALIMANTANTODAY, SANGGAU. Meski persentase pervalensi stunting di Kabupaten Sanggau tahun 2024 naik-turun (fluktuatif), namun …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *