KALIMANTAN TODAY, SANGGAU – Bupati Sanggau Paolus Hadi membuka secara rapat kerja Kepala Desa, BPD dan Lurah se Kabupaten Sanggau tahun 2019 yang berlangsung di Gedung Pertemuan Umum (GPU) Kabupaten Sanggau, Selasa (29/10) pagi.
Seluruh Kades, BPD dan Lurah se-Kabupaten Sanggau, Pimpinan OPD di lingkungan Pemkab Sanggau, para Camat se Kabupaten Sanggau hadir. Sementara Kepala Kejaksaan Negeri Sanggau Tengku Firdaus, Kepala Kepolisian Resort Sanggau, AKBP. Imam Riyadi dan Kepala Pengadilan Negeri Sanggau Arief Budiono menjadi narasumber di acara tersebut.
Dalam sambutannya, Bupati Paolus Hadi berharap melalui rapat kerja ini ke depan seluruh desa yang ada di Kabupaten Sanggau semakin baik.
“Karena kalau desa tidak kuat, tidak maju, dan tidak berkembang maka visi-misi pak Presiden, visi misi Gubernur dan Bupati yang satu alur dengan visi-misi Kades ujung – ujungnya tidak tercapai. Jadi jangan anggap remeh Pemerintahan Desa,” ujarnya.
Bupati menambahkan, Kepala Desa haruslah sosok yang cerdas dan mau terus belajar supaya menjadi yang terdepan dan tidak melulu menjadi umpan panjok.
“Tahu umpan panjok itu apa? Kalau kalian ndak cerdas jadi umpan panjok tu. Macam orang jerat tu, salah masuk jerat padahal dah tahu jalan tu. Ini jalan yang selalu ditunggu tukang buat jerat tu, kita masuk nginjak barang tu, akhirnya engkonyor (mati), besok tinggal diabas (dilihat). Nah, kita – kita ini bagian dari umpan panjok, makanya hati, hati, makanya pengetahuan harus kita tingkatkan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sanggau Tengku Firdaus dalam paparannya mengatakan, ada beberapa kecenderungan kejadian penyimpangan pengelolaan Dana Desa (DD). Hal itu diperoleh dari pemetaan potensi penyimpangan yang dilakukan kejaksaan. Yang pertama adanya unsur kelalaian dan kedua unsur kesengajaan.
“Kalau unsur kelalaian atau kekhilafan ini tidak murni kesalahan kepala desa. Tapi kalau unsur kesengajaan itu murni kesalahan kepala desa,” jelas Tengku.
Terkait unsur kelalaian, lanjut Kajari, kesalahan bisa terjadi karena kelemahan dalam administrasi keuangan, terjadi kesalahan perencanaan, terjadi kesalahan dalam penyusunan laporan, penyusunan spesifikasi pekerjaan dan kesalahan estimasi biaya.
Kemudian untuk unsur yang disengaja, dibeberkan Tengku, seperti duplikasi anggaran, penggunaan dana tidak sesuai peruntukan, meminjam sementara DD untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan, pungutan atau pemotongan DD oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten.
Selain itu, sambung Kajari, membuat perjalanan dinas fiktif kepala desa dan jajarannya, pengelembungan atau mark-up pembayaran honorarium perangkat desa dan mark-up pembayaran alat tulis kantor dan membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananya dibebankan dari Dana Desa. (Ram)