Jumat , 22 November 2024
Home / LINGKUNGAN / Berladang Itu Berjuang

Berladang Itu Berjuang

Para peladang membuat sekat bakar (ngararakatn) di Kampung Nek Kompokng, Desa Anekng, Kab. Landak tahun 2018 lalu.
Para peladang membuat sekat bakar (ngararakatn) di Kampung Nek Kompokng, Desa Anekng, Kab. Landak tahun 2018 lalu.

Oleh: R. Giring

Perladangan di Kalimantan telah lama menjadi objek kajian para antropolog, sebut saja Michael R. Dove (1988) tentang perladangan di masyarakat Dayak Kantuk, Kab. Kapuas Hulu. Dia menyebut berladang dengan sistem tebas-tebang-bakar sebagai strategi adaptasi orang Kantuk terhadap alamnya. Hutan hujan tropis mempengaruhi tingkat keasaman tanah cukup tinggi.

R. Giring
R. Giring

Untuk mengurangi kadar asam tanah dan menambah hara / kesuburannya, maka sistem tebas-tebang-bakar cocok untuk tanah Kalimantan untuk meningkatkan unsur hara tanah yang sangat dibutuhkan oleh pertumbuhan padi dan aneka benih varitas lokal lainnya.

Berladang dalam tulisan adalah praktik bercocok tanam yang berkearifan lokal, berdasarkan adat istiadat dan hukum adatnya dengan aneka benih lokal.

Orang Dayak Bakatik (sebaran paling banyak di daerah Kab. Bengkayang) mengenal uma’ mototn yang berlokasi di dataran tinggi, uma’ adalah ladang yang berlokasi di dataran rendah atau sedang. Kemudian taya’ jenis ladang khusus untuk lahan yang ditanami aneka jenis sayuran, baik labu, aneka jenis bayam, palawija, sawi kampung, dan lain-lain.

Padi biasa dan padi pulut ditanam di ladang, baik uma’ maupun uma’ mototn, yang di sela-selanya ditanam juga tanaman lain seperti jagung, aneka jenis labu, aneka jenis timun, dan lain-lain.

Dayak Iban Pareh di Semunying Jaya menanam benih padi “pon”, dan lain-lain di ladangnya, Dayak Bakatik (Kampung Baya, Desa Rodaya) menanam belasan jenis benih padi termasuk ketan, yaitu (i) pade panyanggong, (ii) nyawan, (iii) banuang, (iv) santang, (v) sekayap, (vi) pade tabah, (vii) pelau, (viii) pade bauk, (ix) pade juan, (x) pade sarikat, (xi) pejaji, dan (xii) sengkabak.

Padi, beras untuk orang Dayak, misalnya bukan berarti untuk kebutuan makan saja, tapi lebih dari itu. Personifikasi beras sebagai yang berjiwa mencerminkan relasi manusia Dayak dan lingkungan alam sekitarnya. Dalam ritual pada padi ladang maupun di sawah, jiwa padi didoakan, ditimang agar terus tumbuh sehat demi keselamatan padi dan untuk kelangsungan kehidupan itu sendiri.

Beras asli ladang “baras sunguh” (Kanayatn) dijadikan bahan penting dan mungkin yang paling penting kedudukannya dalam ritual-ritual adat, baik ritual adat yang terkait dengan siklus kehidupan maupun ritual adat kematian orang Dayak Kanayatn, Bakatik, dan Dayak pada umumnya.

Berladang dengan sistem gilir balik, seperti di tanah Kalimantan ini harus dipahami di dalam konteks agroekosistem perladangan itu sendiri. Peladang menempuh tahap-tahap pengerjaan ladang yang teratur dan tersistem, mulai dari mempersiapkan dan memilih lokasi, menebas, menebang, membakar, menugal, merumput, panen hingga pesta padi yang tiap tahapnya disertai dengan ritual-ritual adat.

Pendapat yang asal menduga-duga, tidak memiliki dasar dan berujung dengan tuduhan yang menyakitkan petani ladang seperti tuduhan dari Pak Wiranto (Jumat, 13/9/2019), sangatlah tidak bijaksana. Berladang tak sekedar untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Berladang sesuai kearifan lokal dijamin oleh UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; memberikan pengecualian terhadap pembukaan lahan dengan cara dibakar maksimal 2 ha sebagaimana penjelasan Pasal 69 (ayat 2) UU ini yang menyatakan “Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 ha per Kepala Keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegahan penjalaran api ke wilayah sekelilingnya.

*[Penulis, adalah alumnus PascaSarjana (S2) Antropologi Budaya UGM, Yogyakarta. Anggota Dewan Daerah Walhi Kalbar periode 2012-2016. Sekarang aktif di Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih].

 

OPINI

 

Tentang Kalimantan Today

Cek Juga

Kabid Kemas Dinkes Sanggau: Kita Upaya Berbagai Cara Ibu dan Balita Datangi Posyandu

  KALIMANTANTODAY, SANGGAU. Rendahnya persentase pengukuran dan penimbangan bayi dan Balita di tri wulah III …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *