KALIMNATAN TODAY, PONTIANAK – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat menilai pernyataan Menko Politik, Hukum dan Keamanan RI, Wiranto menuduh peladang penyebab kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan petaka asap adalah bentuk pembelaan kepada perusahaan sawit dan HTI pembakar lahan.
Apa yang disampaikan beliau kami nilai justeru menegaskan keberpihakan Wiranto melalui institusi yang dipimpinnya kepada korporasi
Pernyataan tersebut disampaikan pada saat pemerintah dan aparat penegak hukum tengah berupaya melakukan langkah penegakan hukum kepada sejumlah perusahaan pembakar hutan dan lahan di Kalimantan Barat.
“Pernyataan Wiranto jelas kontradiktif dengan langkah penegakan hukum terhadap perusahaan pembakar hutan dan lahan yang saat ini sedang berproses. Pada sisi lain, saat pernyataan tersebut disampaikan, masyarakat peladang di daerah justeru telah memasuki musim menanam padi atau menugal. Bahkan ada di antara lahan ladang masyarakat yang telah ditumbuhi padi maupun jenis tanaman ladang lainnya,” tegas Anton P. Widjaya, Direktur WALHI Kalimantan Barat, Sabtu(14/9).
Lebih lanjut, Anton menilai bahwa pernyataan Wiranto harusnya tidak menyesatkan, karenanya apa yang telah disampaikan perlu dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas khususnya kepada kaum tani yang mempraktikkan kearifan lokalnya sebagaiman juga dilindungi Undnag-undang. Tuduhan sepihak kepada peladang sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan tidak tepat sehingga harus dihentikan.
“Apa yang disampaikan beliau kami nilai justeru menegaskan keberpihakan Wiranto melalui institusi yang dipimpinnya kepada korporasi dan para penjahat lingkungan, serta mengerdilkan inisiatif negara menegakkan hukum lingkungan kepada perusahaan pembakar hutan dan lahan” tambah Anton.
Anton menambahkan, menjadikan pihak perusahaan sebagai bapak asuh para peladang dalam mengolah lahan pertanian untuk mengalihkan praktik berladang dengan cara bakar merupakan bentuk kegagalan negara dalam mengakui dan menghormati kearifan lokal masyarakat adat dalam budidaya pertanian asli yang merupakan praktik pertanian turun temurun yang digeluti komunitas-komunitas masyarakat adat. (lukas)