KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK – Alexius Akim menyesalkan langkah DPP PDI Perjuangan yang telah mencoretnya sebagai Caleg Terpilih hasil Pemilu Legislatif 2019-2024. Dia bahkan mengaku, informasi pemecatan tersebut dari media massa.
“Saya belum menerima Surat Pemecatan,” ujar Akim dalam surat pernyataannya yang diterima Kalimantan Today, Minggu (1/9).
Caleg peraih suara terbanyak ke dua di Dapil Kalimantan Barat I ini, pun menganggap proses pemecatan merupakan tindakan yang sangat berlebihan dan merendahkan nilai-nilai demokrasi.
“Pemecatan terhadap saya merupakan tindakan yang sangat berlebihan dan merendahkan nilai nilai demokrasi dan mempermalukan Orang orang baik yang ada di Dpp PDI Perjuangan,” ujar Akim yang memperoleh 38.750 suara.
Sebelumnya dalam rapat pleno terbuka penetapan kursi calon terpilih anggota DPR dan DPD, Sabtu (31/8/2019) PDI-Perjuangan meminta KPU membatalkan keterpilihan Alexius Akim karena yang bersangkutan dianggap melanggar kode etik.
Lebih lengkap Kalimantan Today memuat Surat Penyataan Alexius Akim terkait sengkarut dalam tubuh DPD PDI-P Kalimantan Barat, sebagai berikut:
- Oknum DPP Partai telah melakukan tindakan sewenang wenang terhadap kader nya sendiri yaitu saya ( alexius Akim) , sehingga melanggar prinsip demokrasi dan jauh dari nilai nilai keadilan.
- Bahwa hingga sekarang Alexius Akim belum menerima Surat Pemecatan, selanjutnya proses pemecatan terhadap saya merupakan tindakan yang sangat berlebihan dan merendahkan nilai nilai demokrasi dan mempermalukan Orang orang baik yang ada di DPP PDI Perjuangan.
- Bahwa oknum PDI Perjuangan diduga telah melakukan intimidasi sebelum memecat saya dengan memaksa saya mengundurkan diri terlebih dahulu, tekanan dari beberapa oknum DPP PDI Perjuangan agar saya bertanda tangan pada Surat Pengundurkan Diri di tolak, karena saya merasa semua proses pemilihan legislatif telah saya ikuti sesuai dengan prosedur, mekanisme dan tata cara sebagaimana di atur dalam Undang Undang yang berlaku, selanjutnya Kuasa Hukum Maria Lestari sudah mengambil langkah hukum atas dugaan pelanggaran yang di lakukan oleh penyelengara dan Bawaslu disemua tingkatan telah memberikan putusan, terakhir pengaduan Kuasa Maria Lestari ke Gakkumdu Bawasu RI di hentikan karena bukti bukti yang di jadikan bukti oleh Kuasa Maria Lestari tidak memenuhi syarat formil dan materil.
- Bahwa kami dituduh melakukan tindak pidana pemilu yaitu dituduh melanggar Pasal 505, Pasal 532, Pasal 539, Pasal 551, Pasal 554 UU No. 7 Tahun 2017 ttg Pemilu tanggal 31 Juli 2019 Bawaslu mengeluarkan surat No : 1308/Bawaslu/SJ/PM.06.00/VII/2019 pegaduan maria melalui Nidia Candra di hentikan.
- Bahwa Pemecatan sepihak atas diri saya oleh oknum DPP PDI Perjuanga adalah perbuatan melawan dan melanggar hukum, selanjutnya kami sedang pertimbangkan langkah hukum baik kepada PDI Perjuangan maupun kepada KPU dan Bawaslu RI dalam waktu dekat.
- Bahwa saya dituduh melanggar kode etik tetapi tidak di sebutkan secara jelas bentuk pelanggaran yang saya lakukan saat di tanya DPP tidak mau menyebutkannya sehingga membuat saya binggung karena DPP tidak jujur menceritakan pelanggaran kode etik nya, sehingga diduga pemecatan terhadap diri saya lebih karena beberapa oknum menyukai Maria Lestari dan tidak suka terhadap saya, jika karena tidak suka lalu saya di pecat sekali lagi ini tindakan yang jauh dari nilai nilai demokrasi dan prinsip negara hukum dan merugikan serta merusak PDI Perjuangan itu sendiri.
- Bahwa sesuai dengan Surat Intruksi DPP PDI Perjuangan Nomor : 5193/IN DPP/V/2019 tanggal 15 Mei 2019 Caleg tidak diperbolehkan untuk melaporkan sengketa hasil pemilihan umum tahun 2019 Internal PDI Perjuangan kepada Eksternal Partai, dalam surat di sebutkan DPP akan memberikan sanksi Partai yang tegas kepada pihak yang melanggar Intruksi DPP tersebut ternyata secara nyata Maria Lestari sekitar 5 kali membawa sengketa hasil pemilihan umum Legislatif ke eksternal maka jika DPP konsisten atas Intruksi yang ia buat sendiri adalah memberikan sanksi kepada Maria Lestari bukan kepada saya, karena P. Akim telah tunduk pada kehendak Intruksi DPP tersebut.
- Bahwa DPP PDI Perjuangan juga tidak konsisten dan tidak taat atas Surat Intruksi Nomor : 05/IN/DPP/VIII/2019 tanggal 19 Agustus 2019 yang langsung di tanda tangani oleh Ibu Ketua Umum yang mengintruksikan saya untuk wajib mengikuti sebagai peserta kegiatan orientasi dan pemantapan nilai nilai kebangsaan yang di laksanakan oleh LEMHANAS RI, jadi sekali lagi sikap DPP yang pecat saya adalah merupakan tindakan yang inkonheren dan inkonsistensi atas surat intruksi tersebut.
- Bahwa sikap KPU dan Bawaslu RI yang mengabulkan permintaan DPP PDI Perjuangan yang langsung di sampaikan oleh Hasto merupakan keputusan yang akan kami uji di PTUN nanti, sebab penetapan atas saya sebagai peraih suara terbanyak kedua di PDI Perjuangan oleh KPU telah sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tetapi tanggal 31 Agustus 2019 KPU mengubah itu setelah di minta oleh PDI Perjuangan, semestinya penyelenggara tidak tunduk pada kehendak peserta pemilu dan harus memiliki komitmen untuk menolak telakanan dari peserta karena penetapan adalah domain Penyelenggara bukan Parpol.
- Bahwa hingga saat ini belum ada sidang yang dilakukan oleh Mahkamah Parta DPP PDI Perjuangan terkait P. Alexius Akim dan Ibu Ketua Umum pun masih di Korea Selatan, sehingga dugaan kami surat DPP tersebut layak di pertanyakan keabsahannnya. Selanjutnya DPP PDI Perjuangan lupa jika Parpol berhak menarik Caleg saat masih Daftar Calon Sementara (DCS) bukan setelah menjadi Caleg terpilih, karena segala upaya Kuasa Maria Lestari gagal akhirnya muncullah tindakan yang bertentangan dengan hukum yaitu memecat P. Alexius Akim. (Lukas)