KALIMANTAN TODAY – Polsek Bengkayang dan Satreskrim Polres Bengkayang tangkap warga yang diduga melakukan Tidak Pidana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 Undang Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dan atau pasal 108 undang-Undng RI No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Penangkapan dilakukan Berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP / 120 / A / VIII / Res.5.3 / 2019 / Reskrim , tanggal 10 Agustus 2019.
Kasat Reskrim Polres Bengkayang AKP Michael Terry Hendrata menjelaskan kronologis penangkapan yang dilakukan pada Tenong alias Pak Lukas (57) warga Malosa, Kelurahan Sebalo, Kecamatan Bengkayang, Kabupaten Bengkayang , pada hari Sabtu (10/8) sekira pukul 15.00 anggota Polsek Bengkayang Kota dan Satreskrim Polres Bengkayang mendatangi lokasi pembakaran lahan untuk mencari barang bukti, dan saksi-saksi di sekitar TKP serta mengambil dokumentasi TKP.
“Selanjutnya pada pukul 18.00 WIB personil Polsek Bengkayang dan Satreskrim melakukan penangkapan pelaku dirumahnya, kemudian terhadap pelaku dan barang bukti diamanakan ke Mapolres Bengkayang untuk di proses lebih lanjut,” ungkap Kasat, Senin (12/8).
Selanjutnya kata Kasat Reskrim AKP Michael Terry Hendrata, penangkapan juga dilakukan berdasarkan informasi dari masyarakat telah ditemukan kegiatan pembakaran lahan yang mengakibatkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup dengan cara merintis, menebas rumput, daun, dahan, ranting disekeliling batas ladang.
BACA JUGA: Dewan Adat Dayak Kalbar: Jangan Kriminalisasikan Peladang
“Kemudian rumput, daun, dahan, ranting yang sudah di tebas dibakar dengan menggunakan korek api gas warna hijau dengan luas lahan yang dibakar kurang lebih 1 (satu) hektare, tujuannya adalah untuk melapangkan lahan tersebut, kemudian setelah lapang akan ditanami padi. Kejadian tersebut berada di Malosa, Kel.Sebalo, Kec.Bengkayang, Kab.Bengkayang,” pungkasnya.
Sebelumnya Polres Bengkayang juga telah mengamankan Sukimin warga jalan Panglima Libau, Kelurahan Sebalo, Kecamatan Bengkayang, Kabupaten Bengkayang pada Kamis (8/8).
Penangkapan dilakukan pada Sukimin berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP / 115 / A / VII / Res.5.3 / 2019 / Reskrim , tanggal 8 Agustus 2019 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 Ayat (1) huruf b Undang Undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
AKP Michael Terry Hendrata mengungkapkan, sekitar pukul 17.00 wiba aparat Kepolisian Polsek Bengkayang yang dipimpin oleh Kapolsek Bengkayang Ipda I Gusti Bagus Krisna, dan Bripka Minardus Zainudin dengan di back up Pers Sat Reskrim Polres Bengkayang mendatangi TKP dan langsung mengamankan dan menginterogerasi pelaku.
” Pelaku mengakui perbuatannya telah membakar lahan,” ungkapnya.
Dalam laporan polisi tersebut, pelaku (Sukimin) numpang tanah atau lahan milik Kongcy melalui Alpian (orang kepercayaan Kongcy), dengan luas lahan sekitar 20 x 30 meter persegi pada tahun 2018 untuk diolah yang nantinya akan digunakan untuk membuat kebun jagung.
Kemudian, pada Kamis (8/8) sekitar jam 16.30 wiba pelaku dengan membawa alat berupa korek api gas warna kuning, satu buah parang, dengan mengajak istri pelaku ,Hamidah, adik kandung pelaku Nurbasari, ibu kandung pelaku Karmini menuju ke lahan tersebut untuk membuka lahan dengan cara membakar, dan yang melakukan pembakaran adalah pelaku sendiri.
“Pelaku membakar dengan cara menyiapkan sebilah bambu kering dan dibakar ujung bambu tersebut, hingga hidup selanjutnya api dibambu dibakarkan ke semak-semak kayu serta daun-daun kayu yang sudah kering. Yang dimulai dari sebelah pinggir selanjutnya api langsung menjalar ketengah hingga api membesar dan mengeluarkan banyak asap,” ucapnya.
Kasat Reskrim AKP Michael Terry Hendrata menegaskan, kepada kedua pelaku diatas dalam hal ini melakukan pembakaran lahan (ladang) sudah diamankan di Mapolres Bengkayang, guna dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Kasus ini akan diproses tuntas, dan sudah penetapan tersangka,” tegasnya.
Ditempat terpisah Ketua DAD Kecamatan Seluas, Gustian Andiwinata mengatakan, Dewan Adat Dayak sebenarnya memberikan apresiasi yang tinggi dengan kebijakan pemerintah melalui penegak hukum dalam hal pencegahan kebakaran hutan dan lahan .
Penegakan hukum untuk paku Karhutla sebenarnya tidak harus semua langsung proses dan main tindakan hukum membabi buta pada masyarakat, karena harus dilihat kepentingan warga, prosedur yang dilakukan dan luas lahan yang diperbolehkan.
Pembukaan lahan untuk petani lokal berkisar luas maksimal 2 hektar itu diperbolehkan dengan pembakaran lahan harus melapor terlebih dahulu kepada Kades , Polsek dan Danramil serta mengajak tetangga untuk jaga bersama-sama agar apinya tidak merambah pada lokasi diluar yang dibakar.
“Tapi jika semua pembakaran lokasi pertanian warga harus dijerat hukum sama juga pemerintah mau membunuh masyarakat dengan tidak ada alternatif penyelesaiannya,” ujar Gustian.
“Saya sudah pernah hilang, jika hal petani lokal dilarang bakar lahannya yah beri alternatif lain seperti Beri Cobelco untuk gusur dengan biaya subsidi Pemerintah, atau data warga yang membutuhkan lahan pertanian tersebut dengan siapkan pendapatan pengganti atau uang kompensasi satu tahun dengan hitungan banyak jiwa dalam keluarga tersebut untuk bertahan hidup atau ganti penghasilannya. Tapi jika tidak bisa pemerintah lakukan itu, jangan main proses hukum seperti itu,” tambah Gustian.
Coba kita lihat banyak pelanggar hukum di wilayah kita mulai dari perbatasan Negara sampai ibu kota negara, tapi dibiarkan begitu saja , tapi pembakar lahan pertanian untuk bertahan hidup saja kok tidak bisa di tolerir ?
Sebagai ketua DAD salah satu Kecamatan di Kabupaten Bengkayang berharap Aparat penegak hukum khususnya Kepolisian harus bisa Bijaksana dalam penanganan kasus Karhutla, dengan tidak mengurangi niat baik dalam menjaga Kebakaran Hutan dan lahan di wilayah Kabupaten Bengkayang.
“Kita semua berharap kepentingan warga lokal harus diprioritas tidak bertindak semaunya dengan tidak asal tangkap yang dapat menimbulkan rasa Pobia dan kebencian masyarakat pada petugas. Tidak semua niat baik dapat diterima dengan baik jika pemahaman itu kurang dan apa lagi sosialisasi dilakukan tidak sampai ke tingkat paling bawah. Sekali lagi mohon petugas dan aparat bisa arif dan bijaksana dalam penanganan kasus masyarakat,” harap Gustian.
Anggota DPRD kabupaten Bengkayang, Eddy mengatakan, Pembakaran lahan untuk kegiatan berladang merupakan tradisi yang turun temurun dilakukan oleh orang Dayak. “Keluarga saya dikampung juga melakukannya, oleh sebab itu larangan yang berlebihan tentu menghilangkan kearifan lokal, hanya saja mungkin komunikasi dan koordinasi yang yang intensif yang perlu dilakukan antara aparat keamanan, Pemerintah Daerah sampai tingkat Desa dengan masyarakat setempat, sehingga dapat mencegah karhutla,” ujar Eddy.
Eddy berharap pelaku yang ditangkap tersebut diperlakukan dengan baik, mungkin karena ketidaktahuan atau ketidak sengajaan. Eddy pun mengatakan dirinya tidak ingin intervensi dalam penegakkan hukum, namun jika hanya pembakaran lahan untuk pertanian, menurutnya janganlah sampai di tangkap dan mendapatkan hukuman yang berat.
” Terkecuali jika tindakan pembakaran lahan tersebut mengakibatkan Karhutla yang berlebihan. Kedepannya Pemerintah mesti melakukan himbauan dan pencerahan kepada masyarakat agar dalam mengolah ladang tidak lagi dengan cara dibakar,” harap Eddy. (Titi).
Main tangkap aja cari kambing hitam. Harusnya ada pengecualian, karena membakar dgn cara dijaga sehingga ???? tdk meluber keluar ladang, dan juga bukan dilahan gambut yg menimbulkan asap dlm waktu yg panjang.
Boleh larangan membakar ini diterapkan, tp harus disertai jg dgn solusi buat peladang. Jgn cuma bisa bikin aturan tp gak punya jalan keluarnya.
Het strafrecht zich richt tegen min of meer abnormale gedragingen yang artinya hukum pidana berfungsi untuk melawan kelakuan-kelakuan yang tidak normal.
Petani peladang di kampung yang secara turun-temurun membuka lahan kurang dari 2 Ha dengan cara membakar untuk tujuan menanam padi supaya dapat beras-dapat makan, yang sebelumnya lahan tsb sudah dipersiapkan dengan membuat sekat bakar & menyiapkan sarana pemadaman api, menurut saya merupakan suatu perbuatan yang normal-normal saja, apalagi hal ini dijamin oleh undang-undang. (lihat Pasal 69 ayat (2) dan penjelasan Pasal 69 UU No. 32/2009 ttg PLH).
Menjadi tidak normal ketika membuka lahan (apalagi lahan gambut) dengan cara membakar untuk tujuan ditanam kelapa sawit atau tanaman lain yang bukan untuk tujuan menanam padi.
Merujuk pada asas “Nulla regula sine exceptione” yang artinya tidak ada aturan yang tidak mengenal perkecualian, Pasal 69 ayat (2) UU No 32/2009 telah menjadi “exceptione” dalam pemidanaan terhadap perkara KARHUTLA.
Dengan demikian, seharusnya menurut hukum, petani peladang tidak bisa diintimidasi atau bahkan ditangkap karena membakar ladang, sepanjang yang dilakukan oleh Petani Peladang tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 69 ayat (2) UU 32/2009 ttg Perlindungan Lingkungan Hidup.
Warga indonesia harus makan barang impor