KALIMANTAN TODAY, PONTIANAK–
Dibandingkan dampaknya bagi tubuh, pelarangan terhadap Kratom (Mitragyna speciosa) lebih kental pada isu perang dagang di dunia farmasi. Lantaran tanaman berdaun pahit ini dinilai lebih unggul dibandingkan produk lainnya.
Isu perang dagang itu juga sampai ke telinga Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalbar, Suriansyah. “Pemerintah harus betul-betul menggalinya, apakah benar ini hanya karena persaingan dagang,” katanya ketika ditemui di ruang kerjanya, Rabu (31/07/2019).
Suriansyah mengatakan, kalau memang ini hanya persaingan dagang di dunia farmasi, tentu menjadi persolan besar. Karena sudah banyak pembudidaya Kratom di Kalbar, terutama di daerah hulu. “Banyak juga teman saya yang membudidayakan dan mengonsumsi tanaman hutan ini,” ujarnya.
Pelarangan Kratom secara tiba-tiba karena disebut sebagai Narkotika golongan 1, tentunya menjadi pukulan telak bagi masyarakat yang meninggalkan matapencahariannya untuk menjadi pembudidaya tumbuhan hutan ini.
Suriansyah menjelaskan, masyarakat memilih untuk membudidayakan Kratom, karena nilai ekonomisnya lebih tinggi. Hal itu mereka lakukan jauh sebelum munculnya pelarangan.
Mencuatnya isu perang dagang di dunia farmasi ini, tambah dia, tentunya meresahkan para pembudidaya Kratom. Olehkarenanya, pihak terkait harus benar-benar mengkaji kembali sejauh mana manfaat dan mudarat dari tanaman ini.
Kalaupun ternyata sudah dipastikan sebagai Narkotika, menurut Suriansyah, pemerintah harus segera mensosialisasikannya kepada masyarakat. Kemudian memberikan pengganti matapencaharian kepada mereka yang sudah terlanjur membudidayakannya
Suriansyah mengaku menyesalkan “keterlambatan” pelarangan Kratom ini. “Kami sangat menyayangkan tidak ada peringatan dini kepada masyarakat, sampai mereka membudidayakan Kratom di lahan yang sangat luas,” papar Suriansyah.
Seperti diketahui, Kratom merupakan tanaman tropis berasal dari Asia Tenggara. Daunnya yang pahit disebut mengandung senyawa psikoaktif mirip opioid, dikonsumsi untuk efek pengubah mood, penghilang rasa sakit dan perangsang seksual.
Setakat ini, penjualan Kratom sudah sangat marak dengan berbagai nama. Di antaranya, herbal speedball, biak-biak, ketum, kahuam, ithang atau thom. Dijual di toko-toko kesehatan, toko-toko tembakau, dan secara online sebagai bubuk hijau, dalam kapsul atau sebagai ekstrak atau permen karet.
Adapun efek samping bagi orang-orang yang mengonsumsi Kratom ini cukup beragam, misalnya mual, gatal, berkeringat, mulut kering, sembelit, kencing meningkat dan kehilangan nafsu makan.
Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan penurunan berat badan, anoreksia, insomnia dan kulit yang menjadi gelap. Beberapa telah melaporkan mengalami “psikosis kratom” atau halusinasi, delusi dan kebingungan berat.
Kratom disebut bersifat adiktif. Diketahui sekitar 50 persen orang yang menggunakannya lebih dari enam bulan cenderung menarik diri, agresif, emosional berubah, otot dan tulang ngilu dan gerakan badan yang tersentak.
Beberapa negara telah melarangnya melalui regulasi yang sangat ketat, seperti Australia, Myanmar, Malaysia, Thailand serta lima negara bagian di Amerika Serikat telah menetapkannya sebagai barang ilegal.(dik)