Oleh Maysramo
Ibarat duel petinju Kelas berat, begitulah Pilpres 2019 ini tengah berlangsung, dari empat ronde yang telah dijalani, petinju dari sasana Ijtima menguasai situasi dengan puluhan jab-jab ke arah wajah juara bertahan yang menari-nari tak ubahnya Muhammad Ali dengan ciri khasnya melayang bagai kupu-kupu, menyengat bagaikan lebah.
Seperti Ali yang menari di atas ring memutari lawannya dengan mengandalkan sesekali lesakkan tinju yang cepat, ringan dan konstan, begitulah juara bertahan selama empat ronde berjalan. Rileks menikmati tiap detik waktu berjalan dengan satu tangan dipersiapkan memblok jab-jab yang dilontarkan, satu tangan lain melancarkan pukulan yang terukur ke rahang lawan.
Meski penatang menggunakan gaya bertinju menyerang sejak bel ronde awal dibunyikan dengan jab, straight, hook, loong hook, check hook, uppercut dan bolo punch hingga The Haymaker serta Rabbit Punch secara keseluruhan tidak ada yang telak bersarang ketubuh juara bertahan.
Menyerang dan terus menyerang dengan harapan ada Lucky blow yang membuat lawan sempoyongan atau jatuh, justru membuat penantang lupa akan pertahanannya.
Tercatat tiga kali penantang sempoyongan yakni di ronde ke dua, ke tiga dan ke empat. Lucunya bukan karena serangan balik juara bertahan, justeru terlalu bernafsu menumbangkan lawan di ronde-ronde awal yang menyebabkannya terhempas di kanvas.
Ronde-ronde tersebut yakni ronde ke dua (November) minta maaf atas kasus Ratna Sarumpaet. Ronde ke tiga (Oktober) minta maaf atas hinaan tampang Boyolali dan Ronde ke empat (Desember) Mengucapkan selamat Natal dan ikut larut dalam perayaannya.
Tidak ada yang salah dengan Mengucapkan Selamat Natal dan ikut dalam perayaannya, apalagi memang keluarga besar dari penantang beragama Kristen. Namun sasana tempat penantang bernaung telah menarik garis tebal akan keharamannya.
Di luar ronde-ronde tersebut, penantang kerap blunder dalam melakukan serangan ke arah juara bertahan, semisal masuk negara miskin yang akan punah atau bubar dan pemakaian satu selang untuk 40 pasien yang melakukan cuci darah.
Bahkan bel ronde ke lima belum lagi hilang gemanya, kembali blunder dilakukan dengan menyebut adanya surat suara yang sudah tercoblos. Tak tanggung-tanggung 70 juta surat suara atau setara 7 kontainer.
Ronde ke lima masih lagi berlangsung dan tinggal 3 ronde lagi yang tersisa dari 8 ronde (September 2018 – 17 April 2019), apakah penantang memang menerapkan strategi blunder untuk membuat bingung juara bertahan. Saat bingung inilah penantang melepas satu pukulan Lucky blow dan membuat lawan tersungkur tak bangkit lagi.
Melihat empat ronde awal, sulit bagi penantang untuk mengharapkannya, justru belum terlihat juara bertahan melakukan serangan kecuali bertahan dan sesekali tersenyum sumringah melihat aksi blundet penantang. Tujuannya memancing emosi penantang naik dan semakin tak terkontrol melakukan serangan dan pada saat itulah, juara bertahan melancarkan jab, long hook, hook dan uppercut secara sporadis bagaikan sengatan lebah ke arah penantang yang terkapar bersimbah darah atau handuk putih melayang ke tengah ring pertanda penantang menyerah. (*)