KALIMANTAN TODAY, JAKARTA – Ketua Umum Pemuda Katolik Republik Indonesia, Karolin Margret Natasa mengecam keras kejadian pengusiran secara paksa oleh sekelompok masyarakat yang intoleran terhadap umat Katolik Lingkungan Penumping Paroki Santo Petrus Purwosari Surakarta yang sedang melaksanakan Misa Arwah di Pendopo Kelurahan Penumping, Selasa (6/9).
“Saya mengecam kejadian pengusiran secara paksa oleh sekelompok masyarakat intoleran terhadap Umat Katolik Lingkungan Penumping Paroki Santo Petrus Purwosari Surakarta saat sedang melaksanakan Misa arwah”, tegas Karolin.
Menurut Anggota Komisi IX DPR RI ini, negara menjamin kehidupan seluruh umat beragama yang ada di Indonesia seperti yang telah diamanatkan didalam Undang-Undang Dasar 1945. Dengan adanya aksi pembubaran oleh sekelompok massa radikal ini membuktikan persoalan intoleransi dalam kehidupan beragama masih ada.
“Perlu di Ingat bahwa kehidupan umat beragama di Indonesia dilindungi dan dijamin kemerdekaannya untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan yang dianut. Tidak boleh ada larangan atau pengusiran seperti yang terjadi di Lingkungan Penumping Paroki Santo Petrus Purwosari Surakarta itu. Negara harus hadir dalam konflik ini, harus dilakukan pembinaan terhadap sekelompok masyarakat yg bertindak anarkis atas nama agama tertentu. hal ini merupakan bibit disintegrasi bangsa yg menjadi ancaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.” pungkas Dokter lulusan UniKa Atma Jaya Jakarta tersebut.
Atas insiden tersebut Ketua Pemuda Katolik Komisariat Cabang Kota Surakarta, J. Antonius Bambang Tri Antono beserta Ketua Forum Masyarakat Katolik Indonesia Kota Surakarta, Y. Adverianto, S.Pd juga telah menulis surat pernyataan sikap bersama sebagai bentuk protes terhadap kejadian tersebut, yang isinya :
- Sebagai insan yang ber-Ketuhanan, kita melihat bahwa Allah adalah satu yang alfa dan omega, manusia adalah makhluk social dimana setiap individu mempunyai keunikan-keunikan satu sama lain dalam kenyataan hidup yang juga harus mengabdi kepada Allah secara bersama-sama. Dengan perbedaan-perbedaan yang ada menuntut kesadaran Allah menciptakan manusia secara bersama-sama, dengan dasar itu manusia secara kronologis harus menerima adanya kebersamaan dan keragaman.
- Agama seharusnya menjadi ruang relegiositas, dimana sebagai tempat penyembahan manusia kepada misteri yang kudus. Tetapi justru masuk ranah politik yang penuh dengan kepentingan-kepentingan sesaat. Sehingga agama dipakai senjata untuk melakukan berbagai kekerasan.
- Oleh karena itulah, tindakan intoleransi yang mengedepankan kekerasan adalah tindakan yang justru bertentangan dengan hakekat kita sebagai manusia yang penuh dengan rasa cinta dan toleransi dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.
- Berdasarkan Pasal 29 UUD 1945, Pemerintah Kota Surakarta yang merupakan bagian intergral dari pemerintahan Republik Indonesia berkewajiban melindungi kebebasan kehidupan beragama dan menjunjung tinggi pemahaman multikultural yang merupakan warisan leluhur.
- Aparat penegak hukum harus bertindak tegas terhadap siapapun kelompok yang menggunakan tindakan intimidasi dengan cara apapun terhadap kelompok yang sedang melakukan ibadah sesuai dengan agamanya.
Sebelumnya, sekelompok massa radikal Solo pada selasa malam (6/9), melakukan pembubaran misa arwah untuk memperingati 1.000 hari kematian seorang warga setempat. Misa diadakan oleh umat Katolik di Penumping, Purwosari, Solo, dipimpin Romo Andre, MSF.
Misa tersebut dilaksanakan di Pendopo Kelurahan Penumping, Purwosari tepatnya di belakang Loji Gandrung yang merupakan rumah dinas Wali kota Solo FX Hadi Rudyatmo. Oleh warga, pendopo kelurahan itu biasa digunakan untuk berbagai kegiatan, termasuk misa, atas seizin walikota dan lurah setempat. (Lukas/MT)
Setuju dengan topik ini. Kali ini saya akan fokus sama admin yang mengetik artikel ini. Sebagai lembaga resmi yang disorot secara umum untuk dibaca semua kalangan sebaiknya pengetikan dalam tata bahasa Indonesia yang resmi harusnya dilakukan secara profesional. Di + kata tempat selalu dipisah bukan dijadikan satu. Di mana adalah yang benar BUKAN dimana. Semoga pelajaran tata bahasa Indonesia di sekolah lebih diperhatikan.
Informasinya harus jelas, pasti ada penyebab mereka bertindak spt itu
Tidak boleh gitu juga, hargai dulu sesama warga yang melaksanakan ibadat. Walaupun berbeda agama, setidaknya biarkan mereka menyelesaikan ibadat mereka. Hal seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi, kita indonesia! Berbeda2 tetapi tetap satu. Beragam agama dan suku, sudah ada di undang2 juga kan. Jadi tidak seharusnya kejadian ini terjadi. Kalaupun ada sebab, seharusnya sebelum atau sesudah ibadat dimulai. Tidak harus pada saar ibadat berlangsung. Terimakasih.